Kepada Pembuat Pesan tentang Azab dan Bencana

Kamis, Januari 03, 2019
Ilustrasi: Jembatan Kuning di Kota Palu, 6 Mei 2018. Foto: ABDI PURMONO

BEBERAPA kali saya menerima pesan lewat grup media sosial yang menyebutkan kejadian bencana alam merupakan azab dari Allah SWT akibat banyaknya maksiat dan kezaliman yang dilakukan manusia di suatu tempat.

Terus ada pesan bernarasi “jangan percaya prediksi gempa karena hanya menjauhkan kita dari ketakwaan dan mendekati kekufuran”. Cukup banyak pesan sejenis lainnya. Pesan-pesan itu sukses membuat jidat saya berkerut dan mata sipit saya jadi mirip mata ikan bandeng.

Wahai pembuat dan penyebar pesan yang budiman, janganlah engkau menyamakan prediksi gempa yang dibuat berdasarkan sains dan teknologi dengan prediksi gempa pakai bakar dupa dan kemenyan. Enggak ada pula hubungannya antara gempabumi dengan politik kecuali kamu tidur di atas punggung keledai.

Tafsir azab versimu berlebihan. Tidak semua bencana atau malapetaka merupakan siksaan dari Allah SWT. Bisa saja bencana merupakan berkah dari Sang Al-Khaliq (Maha Pencipta) sebagai penawar dosa; serta bisa juga merupakan cara Sang Al-Wahhab (Maha Pemberi) mengangkat derajat hamba-hambanya dengan memberikan berkah kepada para korban hidup yang bersabar menerima musibah alias menjadi ujian bagi orang yang bertakwa.

Kamu dan aku pada dasarnya tidak tahu mana opsi yang diberikan Sang Al-Alim (Maha Mengetahui) kepada para korban hidup dan meninggal dalam bencana alam. Dan kita jelas bukan Sang Maha Penentu (Al-Kahar).

Lantas, dari mana kamu tahu dan bagaimana caramu memastikan bahwa bencana alam di Lombok, Palu, dan Banten merupakan azab? Memangnya kamu mendapat wangsit dari langit saat makan mie pangsit? Apakah Sang Maha Pemberi Petunjuk (Ar-Rasyid) menurunkan wahyu saat engkau sedang menonton tayangan Azab di sebuah stasiun televisi?

Kamu dan orang-orang yang mempercayai pesan kalengan itu sesungguhnya gagal bersikap adil dan berempati terhadap duka para korban. Sudahlah sengsara kehilangan keluarga dan harta, masih juga kena sangkaan sedang diazab. Sungguh tak berperasaan dirimu dan orang-orang yang begitu saja mempercayainya. Naudzubillah.

Jangan sembarangan memakai teks kitab suci sebagai dalil untuk membenarkan tafsir azabmu. Seimbangkan tafsir azabmu dengan logika (mantiq) yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi. Jangan sampai mantiq jadi mentok.

Jika kamu seorang mubalig, misalnya, latihlah daya nalar jemaahmu dan bukan memanipulasi emosi mereka. Seimbangkan emosional dan rasional dalam dakwahmu. Tiada salahnya kamu tahu tentang mitigasi bencana selain fasih bicara tentang azab.

Mari doakan saja para korban yang hidup supaya tetap tegar dan kuat, serta husnulkhatimah bagi yang meninggal. Ayolah, kita kedepankan empati dan saling menolong. Jangan menghakimi mereka dengan menyebut mereka sedang diazab. 

Hoaks yang sudah diklarifikasi oleh PP Muhammadiyah.
Itu cuma saran. Manalah bisa kularang kamu menolak saranku, terlebih jika kamu fans garis keras tontonan Azab maupun jadi seorang yang begitu fanatik sehingga tega-teganya menyebarluaskan pesan tentang azab dan laknat untuk menyerang lawan politikmu—politisasi bencana—dalam bentuk penyebarluasan hoaks data bencana yang dikait-kaitkan dengan hoaks nasihat pendiri Muhammadiyah, Kiai Haji Ahmad Dahlan.

Paling-paling aku hanya bisa membantinkan tiga kata: kamu sungguh terlalu!

Begitupun kudoakan semoga kamu dan keluargamu sehat dan bahagia selalu. Semoga kamu percaya bahwa Azab hanya ada di salah satu stasiun televisi. ***


CATATAN: 


-------------------------------------------

ARTIKEL TERKAIT:

1. Dange Enak Dilupakan Jangan, Rabu, 23 Mei 2018.
2. Menikmati Minggu Pagi di Kota Palu, Minggu, 27 Mei 2018.


VIDEO:

1. Dange Enak Dilupakan Jangan, 24 Mei 2018.
2. Menikmati Minggu Pagi di Kota Palu, 26 Mei 2018.


Share this :

Previous
Next Post »