Ekspedisi BRIN: Pulau Nusa Barong Dihuni 67 Spesies Burung

Minggu, Juni 23, 2024 Add Comment

 

Mukhlisi saat mengamati burung-burung di sebuah kubangan dalam kawasan hutan Pulau Nusa Barong, Senin siang, 20 Mei 2024. Foto-foto: ABDI PURMONO

MUKHLISI dan Bagus Suseno sering terlihat berseru gembira setiap kali memotret burung di dalam kawasan Suaka Margasatwa Pulau Nusa Barung. 

Tidak semua jenis burung yang dipotret bisa langsung dikenali sehingga mereka membuka buku Panduan Lapangan Burung-burung di Sumatera, Jawa Bali dan Kalimantan yang dikarang John MacKinnon bersama Karen Phillips dan Bas van Balen (LIPI, 2010), serta buku Panduan Lapangan Identifikasi Burung-burung di Indonesia, Buku I: Sunda Besar, Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali dan Pulau di Sekitarnya (Interlude, Yogyakarta, Agustus 2022). 

Selain buka buku panduan, Mukhlisi dan Bagus berdiskusi dengan anggota Tim Ekspedisi Pulau Nusa Barung lainnya. Tiap malam, apa pun hasil pemotretan burung harus dilaporkan dalam rapat rutin tim eskpedisi bentukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) ini. Ekspedisi berlangsung selama 15-26 Mei 2024 dan saya satu-satunya jurnalis yang jadi anggota tim. 

Mukhlisi merupakan Peneliti Ahli Madya di Pusat Riset Zoologi Terapan BRIN. Sedangkan Bagus adalah Kepala Resor Konservasi Wilayah 16 Jember—kini jadi RKW 14 setelah RKW 16 Jember dan RKW 15 Pulau Nusa Barung disatukan per 1 Juni kemarin. 

Total, ada sembilan orang peneliti flora dan fauna di Pulau Nusa Barong yang bekerja sejak medio hingga akhir Mei lalu. tim ini terdiri dari lima orang peneliti BRIN (termasuk Mukhlisi), dibantu tiga peneliti dari instansi di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta seorang peneliti dari lembaga swadaya masyarakat. 

Baca juga: BRIN Pakai Teknologi eDNA dan Bioakustik di Pulau Nusa Barong

Selain Mukhlisi, delapan orang peneliti lainnya bernama Tri Atmoko dan Oki Hidayat (Pusat Riset Zoologi Terapan BRIN); Istiana Prihatini (Pusat Riset Konservasi Tumbuhan, Kebun Raya dan Kehutanan BRIN); Bina Swasta Sitepu (Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi BRIN); Warsidi (Balai Penerapan Standar Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan/BPSI-LHK Samboja, Kalimantan Timur); Toni Artaka (Pengendali Ekosistem Hutan yang juga peneliti anggrek Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru/TNBTS); Fajar Dwi Nur Aji (Pengendali Ekosistem Hutan Balai Besar KSDA Jawa Timur), dan Andi Iskandar Zulkarnain (Yayasan Pelestarian Keanekaragaman Hayati Indonesia/Pakarti). Tim ini dipimpin Tri Atmoko. 

BRIN dan BBKSDA JawaTimur memang bekerja sama melakukan penelitian flora dan fauna ini, namun kendali kegiatan dipegang BRIN. BBKSDA Jawa Timur pun sebenarnya sangat terbantu karena biasanya tiap tahun mereka melakukan survei keanekaragaman hayati (kehati) di sana. 

Papan nama Suaka Margasatwa Pulau Nusa Barung, Minggu, 19 Mei 2024.

Pulau Nusa Barung merupakan pulau terluar yang berada di perairan Samudera Indonesia, dulu bernama Samudera Hindia. Secara administratif, Pulau Nusa Barung berada di wilayah Desa Puger Kulon, Kecamatan Puger, Kabupaten Jember. Masyarakat Jember, khususnya para nelayan, terbiasa menyebut pulau seluas 7.635,9 hektare ini dengan nama Pulau Nusa Barong. 

Mukhlisi mengatakan, mayoritas jenis burung dikenali dari hasil pemotretan. Hanya sekitar dua ekor yang diidentifikasi dari suaranya dan dua ekor lagi tersangkut jaring kabut (mistnet) yang dipasang tim BRIN untuk menangkap kelelawar. 

Hasilnya, kata Mukhlisi, keanekaragaman hewan aves (burung-unggas) di Suaka Margasatwa Pulau Nusa Barung bertambah. Semula tercatat ada 19 jenis burung (2022) dan 53 spesies burung (2023) versi survei yang didakan BBKSDA Jawa Timur. Kini, jumlahnya bertambah jadi 67 spesies apabila digabung dengan data jenis burung yang diamati BRIN pada medio hingga akhir Mei lalu. 

“Secara total, jika direkapitulasi data BBKSDA Jatim 2022 dan 2023, ditambahkan dengan data BRIN Mei 2024, maka di Nusa Barong sampai saat ini terdata sebanyak 67 jenis burung. Jadi, alhamdulillah, ada perbaruan data keanekaragaman jenis burung di Nusa Barong,” kata Mukhlisi kepada saya, Jumat, 21 Juni 2024. 

Baca juga: Kembalinya Curik di Pulau Dewata

Hitungannya begini. Berdasarkan hasil survei kehati yang diadakan Bidang KSDA Wilayah III Jember pada 2023 diperoleh data 53 jenis burung di Nusa Barong. Jumlah ini meningkat dari 19 jenis burung berdasarkan hasil survei kehati yang dilakukan tim gabungan BBKSDA Jawa Timur dan Universitas Muhammadiyah Malang pada 18-23 Juli 2022. 

Sedangkan BRIN mendata 31 jenis burung. Jumlahnya memang sedikit tinimbang data hasil survei kehati versi BBKSDA Jawa Timur, namun BRIN membukukan catatan baru atau new record sebanyak 7 jenis burung di Pulau Nusa Barong yang sebelumnya tidak masuk dalam data hasil survei kehati 2022 dan 2023 versi BBKSDA itu. 

Mukhlisi menyebutkan, terdapat tiga jenis burung yang muncul dalam laporan hasil survei kehati 2022, tapi ketiganya tidak dicantumkan dalam laporan 2023, yaitu burung delimukan zamrud (Chalcophaps indica), dara laut batu (Onychoprion anaethetus), dan srigunting kelabu (Dicrurus leucophaeus). 

“Idealnya, data BKSDA 2023 sudah merupakan rekapan dengan tahun-tahun sebelumnya. Jadi datanya bersifat time series. Saya awalnya tidak memperhatikan itu. Untung Abang tanyain terus tadi soal akurasi datanya. Ya, BRIN dan BBKSDA saling bantu memperbaiki dan melengkapi datanya,” kata Mukhlisi, peneliti kelahiran Bandar Lampung, 18 Desember 1983. 

Salah satu kubangan dalam kawasan hutan Suaka Margasatwa Pulau Nusa Barong, Sabtu siang, 20 Mei 2024.

Ketujuh jenis aves yang jadi catatan baru bagi kawasan Suaka Margasatwa Pulau Nusa Barung adalah adalah elang alap jambul (Accipiter trivirgatus), kapasan kemiri (Lalage nigra), wiwik rimba (Cacomantis variolosus), tepekong jambul (Hemiprocne longipennis), kancilan bakau (Pachycephala cinerea), ayam hutan hijau (Gallus varius), dan gagak (Corvus enca). Burung gagak ini merupakan bagian dari 70 ekor satwa yang dilepasliarkan oleh BBKSDA Jawa Timur bersama Jaringan Satwa Indonesia (JSI) pada Kamis, 30 April 2024. 

Sebenarnya, ada satu jenis burung yang membuat Mukhlisi ragu-ragu memasukkannya sebagai catatan baru jenis burung di Pulau Nusa Barong, yakni jenis burung dari kelompok raja udang. Ia bimbang apakah yang dilihatnya burung udang api (Ceyx erithacus) ataukah burung udang punggung merah (Ceyx rudifosa) sehingga proses identifikasi jenis burung ini lebih lama dari jenis burung lainnya. 

Selain catatan baru 7 jenis burung, BRIN juga menemukan tujuh jenis burung dilindungi yang terdiri dari 5 jenis burung pemangsa atau raptor dan 2 jenis burung yang masuk masuk dalam keluarga keluarga/famili burung laut atau Sturnidae. 

Kelima burung pemangsa yang teramati teridentifikasi sebagai elang alap jambul; elang ular bido (Spilornis cheela), elang laut perut putih (Haliaeetus leucogaster), alap-alap kawah (Falco peregrinus), dan elang jawa atau Nisaetus bartelsi, yang sebelum tahun 2005 bernama ilmiah Spizaetus bartelsi. 

Baca juga: Memantau Sang Garuda di Lereng Semeru

Bahkan, kata Mukhlisi, tim berhasil memotret sarang aktif elang ular bido di kawasan hutan Teluk Kecambah. Sejatinya, mencari dan menemukan sarang elang sangat susah, makanya itu menjadi salah satu temuan paling menarik. Pemotretnya Fajar Dwi Nur Aji. 

Khusus elang jawa, burung predator ini merupakan burung endemik Pulau Jawa—belakangan cukup banyak laporan kemunculan elang jawa di hutan Bali Barat, Bali—dan sering disepadankan dengan lambang negara Garuda Pancasila. Populasi elang jawa di Pulau Nusa Barong hanya terpantau dua individu selama pengamatan, yaitu di sekitar jalur pengamatan pantai Teluk Jeruk dan pantai Teluk Ceret, yang masing-masing merupakan elang jawa penetap alias native dan elang jawa hasil pelepasliaran November 2022. 

Sedangkan dua jenis burung lagi teridentifikasi sebagai dara laut batu (Onychoprion anaethetus) dan dara laut tengkuk hitam (Sterna sumatrana). 

Menurut Mukhlisi, mayoritas jenis burung yang terdata oleh BRIN, termasuk 7 jenis burung catatan baru tadi, status konservasinya least concern alias risiko rendah dalam Daftar Merah Uni Internasional untuk Konservasi dan Sumber Daya Alam (The International Union for Conservation of Nature/IUCN). 

Baca juga: Petugas KSDA Jawa Timur Dilatih Menangani Anak Lutung Jawa 

Salah satu kubangan dalam kawasan Suaka Margasatwa Pulau Nusa Barong, Sabtu siang, 20 Mei 2024. 

Hanya elang jawa yang berstatus endangered alias terancam punah dalam Daftar Merah IUCN. Javan hawk-eagle ini masuk pula ke dalam daftar Apendiks I Konvensi Internasional untuk Perdagangan Spesies Flora dan Fauna Liar yang Terancam Punah (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora/CITES) alias selangkah lagi menuju kepunahan. 

Temuan jenis-jenis burung pemangsa di Pulau Nusa Barong jadi salah satu temuan menarik. Mereka berada di puncak rantai makanan yang mempunyai wilayah jelajah atau home range nan luas, tapi di sisi lain mereka bernasib sangat rentan terhadap perubahan lingkungan, seperti deforestasi dan polusi, juga perburuan. 

Hasil survei menunjukkan wilayah pesisir didominasi oleh jenis burung air cekakak sungai (Todiramphus chloris) dengan suaranya yang terdengar sangat khas dan keras, yang bisa terdengar sepanjang hari. Burung mungil sekepalan tangan orang dewasa ini dikenal juga salah satu burung raja udang yang mampu berburu serangga di udara atau menyergap mangsa di air dari posisi terbang. 

Sebagaimana burung raja udang lainnya, cekakak sungai menyukai habitat perairan seperti tepi sungai atau danau, rawa-rawa air tawar, rawa mangrove dan pantai. Sering pula dijumpai di area perkotaan, pertanian, dan kebun. Di Nusa Barong, cekakak sungai banyak ditemukan di tepian pantai hingga hutan pedalaman pulau. 

Sedangkan di area tengah hutan Pulau Nusa Barong didominasi burung merbah belukar (Pycnonotus plumosus), kehicap ranting (Hypothymis azurea), dan delimukan zamrud. 

“Secara ekologis, keragaman jenis burung, khususnya kelompok burung pemangsa, mencerminkan kesehatan habitat yang mereka tempati; mengindikasikan kualitas ekosistem hutan dan pesisir di Nusa Barong masih berkondisi baik,” ujar Mukhlisi, sarjana biologi dari Universitas Lampung. 

Fungsi Burung bagi Alam dan Manusia 

Bukan hanya di Suaka Margasatwa Pulau Nusa Barung, umumnya burung-burung berguna bagi manusia baik langsung maupun tidak langsung. Manusia dapat melihat langsung melihat fisiknya maupun menikmati kicauannya, terutama kicauan burung di alam. 

Bagi penggemar burung berkicau, misalnya, suara burung bisa menenteramkan hati pemiliknya. Hal ini menunjukkan burung turut berkontribusi besar dalam pembentukan budaya masyarakat Indonesia, seperti menginspirasi tari-tarian, pakaian tradisional, folklor, hingga lambang negara. 

Dari aspek lingkungan, burung-burung membantu proses penyebaran biji tumbuhan sehingga membantu meregenerasi hutan dan kebun. Bagi masyarakat perdesaan, burung membantu dalam hal pengendalian hama seperti memakan serangga perusak pertanian. 

Baca juga: Balai Konservasi Gagalkan Pengiriman Ratusan Ekor Burung Nuri

Ekosistem yang terjaga berkat kehadiran burung pada akhirnya berfaedah dalam hal ketersediaan bahan-bahan di alam, seperti air, udara bersih, serta hasil tanaman berupa obat-obatan dan buah-buahan. Selain menjaga ekosistem, keberadaan burung-burung turut menjaga bentang alam dari ancaman banjir, longsor, dan bencana alam lainnya. 

Kicauan burung juga bisa menambah estetika alam. Bahkan, dalam konteks ekowisata maupun kegiatan wisata minat khusus, spesies-spesies endemis burung bisa menghasilkan penghasilan bagi masyarakat lokal dari usaha pengamatan burung atau bird watching. Dengan begitu, fulus didapat, kelestarian burung terjaga. 

“Kita sering tidak menyadari pentingnya fungsi burung bagi alam dan manusia. Padahal, burung-burung ikut berfungsi menyelamatkan alam dan manusia, termasuk manusia yang jadi pemburunya, dari segala bentuk bencana alam,” kata Mukhlisi, sarjana ilmu lingkungan dari Universitas Diponegoro. ABDI PURMONO