Memburu Pelangi di Gubugklakah

Selasa, Mei 28, 2013
Foto-foto: ABDI PURMONO

SEROMBONGAN anak muda dari Jakarta berpose gembira di depan pintu loket wanawisata Coban Pelangi. Mereka terdiri dari 22 orang, campuran mahasiswa dan pekerja. Dua di antaranya bernama Anto dan Eko Purnomo, sama-sama berusia 25 tahun. 

Menurut Eko, karyawan sebuah perusahaan asuransi, mereka ke Malang dengan menggunakan kereta api. Gunung Bromo menjadi sasaran mereka. Agar efektif, mereka menyewa jasa Blakrax Outdoor Activity, agen perjalanan petuangan di alam bebas yang berpusat di kawasan Sulfat, Kota Malang.

Tiap orang dipungut ongkos Rp 350 ribu. Ongkos ini sudah termasuk tempat menginap di Gubugklakah, makan, dan tur ke obyek wisata Coban Pelangi di Dusun Gubugklakah, Desa Gubugklakah, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang, Jawa Timur.

“Pokoknya, ongkos sebesar itu di luar ongkos transpor. Oleh agennya, kami diajak ke sini dulu, baru nanti malam ke Bromo-nya,” kata Eko, yang berasal dari Cikini, Jakarta Selatan, kepada saya, Sabtu siang, 4 Mei 2013. Eko dari Cikini, Jakarta Selatan.

Anto menimpali, mereka tidak merasa rugi membayar Rp 350 ribu lantaran dapat menikmati bentang alam yang memukau. Suhu sejuk dan udara segar alami mustahil didapat di Jakarta. Selepas dari Kota Malang, memasuki Gubugklakah, pengunjung bisa menghirup hawa pegunungan, menatap kebun apel, dan sayur-sayuran.

“Kami punya waktu tiga hari. Ini hari pertama kami tiba di Malang dan masih ada dua hari lagi untuk bergembira sebelum balik ke Jakarta,” kata Anto.

Eko dan Anto kompak mengaku bahwa mayoritas anggota rombongan baru pertama kali mengunjungi Bromo. Sebenarnya mereka sudah lama ingin ke Bromo. Dan, menariknya, mereka makin ngebet setelah menonton 5 Cm, film yang disutradarai dari Rizal Mantovani dan dirilis di bioskop-biokop mulai 12 Desember 2012. Sebagian dari mereka juga terpengaruh setelah membaca novel karya Donny Dhirgantoro yang difilmkan Mantovani itu.

Di 5 Cm, lima sekawan, Genta (Fedi Nuril), Arial (Denny Sumargo), Zafran (Herjunot Ali), Riani (Raline Shah), dan Ian (Igor Saykoji), hendak mendaki Gunung Semeru, gunung berapi setinggi 3.676 meter dari permukaan laut dan menjadi gunung berapi tertinggi di Pulau Jawa.  

“Meski tidak ke Semeru, tapi kami bisa menikmati sebagian lanskap indah yang tersaji di film itu, seperti padang savana dan gugusan gunung Tengger. Yang jelas, ke tempat-tempat seperti ini sangat menyehatkan, apalagi kalau obyek wisatanya bersih seperti Coban Pelangi ini,” kata Eko.

Coban berasal dari bahasa Jawa yang bersinonim dengan air terjun dalam bahasa Indonesia. Coban Pelangi berada di ujung timur Kabupaten Malang, sekitar 2,5 kilometer dari pusat Desa Gubugklakah. Antara pusat Kota Malang dan Coban Pelangi terpaut jarak sekitar 32 kilometer. 

Dari Bandar Udara Abdulrachman Saleh—berlokasi di Desa Saptorenggo, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang, jarak tempuh ke Coban Pelangi sekitar 20 kilometer. Pengunjung yang ingin meneruskan perjalanan ke Bromo tinggal menempuh jarak 22,5 kilometer dari Coban Pelangi. Mayoritas pengunjung yang terus ke Bromo atau Semeru—dua rute ini terpisah di Simpang Jemplang di Desa Ngadas—menggunakan mobil jip dan sepeda motor.

Coban Pelangi merupakan zona konservasi alam yang dikelola Kesatuan Bisnis Mandiri Jasa Lingkungan dan Produk Lainnya (KBM-JLPL) Perum Perhutani Unit II Jawa Timur, yang berkantor pusat di Jalan Gentengkali 49, Surabaya.

Menurut Anwar dari Blakrax, pengunjung saat ini suka menginap di Gubugklakah, yang sudah dijadikan sebagai desa wisata oleh Pemerintah Kabupaten Malang. Ada home stay di sana. Rombongan pengunjung pendaki, misalnya, juga suka menginap di pusat Kecamatan Tumpang, jiran Kecamatan Poncokusumo. Rombongan pengunjung ke Bromo lewat Tumpang dan Poncokusumo biasanya menggunakan jip, ya... seperti yang tampak di film 5 Cm.

Menurut Widadi, Koordinator Wanawisata Coban Pelangi, dari hasil pengukuran terakhir dengan menggunakan alat Global Positioning System, diketahui tinggi Coban Pelangi 94 meter. Airnya bersumber dari Sumber Hayek-Hayek yang berada di Desa Ngadas. “Selama ini dipercaya ketinggiannya 110 meter,” kata Widadi. 

Coban Pelangi berlokasi di ketinggian antara 1.299 sampai 1.400 meter dari permukaan laut (mdpl) di kaki Gunung Semeru, arah ke Desa Ngadas, desa terakhir di Poncokusumo yang berbatasan langsung dengan kawasan Gunung Bromo. Suhu sejuk di Coban Pelangi antara 19 sampai 23 derajat Celsius.

Coban Pelangi dirintis menjadi obyek wisata oleh masyarakat setempat sejak 1986 dan baru pada 1989 pengelolaannya diambil alih oleh Perhutani. Coban Pelangi merupakan salah satu dari sekitar 52 obyek wanawisata yang dimiliki Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Mayoritas wanawisata berupa pantai dan coban. Dari seluruh coban di wilayah Malang Raya (Kabupaten Malang, Kota Malang, dan Kota Batu), Coban Rondo yang paling populer.

Dinamakan Coban Pelangi karena air terjun ini sering memunculkan warna pelangi (merah, kuning, hijau) di lokasi jatuhnya air. Mayoritas pengunjung mengaku datang ke Coban Pelangi karena tertarik ingin melihat pelangi. Pelangi sering muncul dari pukul 10 pagi sampai pukul 2 siang. Saya tidak beruntung karena dua kali datang pada Sabtu-Minggu, 4-5 Mei 2013, pelangi tak juga muncul. 

“Kalau sekarang susah lihat pelangi. Di sini cuacanya gampang berubah antara berkabut dan mendung. Dua kali ke sini, Sampean gagal lihat pelangi ya karena cuacanya sedang mendung. Jam 2 siang saja di sini sudah turun kabut,” kata Widadi, mengonfirmasi pertanyaan tentang ketidakmunculan pelangi.

Sangat disarankan pengunjung yang ingin berburu pelangi untuk berangkat pagi-pagi lantaran kabut sering muncul setelah lewat tengah hari. Waktu yang tepat untuk mengunjungi obyek wisata ini adalah musim kemarau, terutama di bulan Juni dan Juli. Pengujung yang datang di musim hujan bakal tidak merasa nyaman karena hujan dan hawa dingin. Pengelola Coban Pelangi pun sering membatasi kunjungan hingga pukul 16.00 WIB. Kebijakan ini untuk menghindari kedatangan tiba-tiba air bah dari hulu, baik dari atas Coban Pelangi maupun lewat Sungai Amprong yang mengalir di bawah coban.

Menurut Dewan Daerah Wahana Lingkungan Hidup Jawa Timur Purnawan Dwikora, Coban Pelangi merupakan daerah tangkapan air (catchment area) sisi timur Sungai Brantas atau sisi barat Gunung Semeru. Air Coban Pelangi mengalir ke Sungai Amprong yang akhirnya bertemu dengan Sungai Brantas di kawasan Muharto, Kota Malang.

Sesuai kontur tanahnya, Coban Pelangi sangat cocok bagi pengunjung yang menyukai wisata petualangan alam. Berbeda dengan Coban Rondo, pengunjung Coban Pelangi harus berhati-hati saat menuruni trek selebar dua meter dan sepanjang 800 meter dari pintu masuk sampai lokasi air terjun, dengan waktu tempuh antara 20 menit sampai 30 menit. Sepanjang trek terdapat ratusan undakan bersemen dan bertanah. Sewaktu berangkat tidak terasa begitu berat, lain ceritanya saat kembali ke atas.

“Kalau pas kembali ke atas, banyak pengunjung yang tak kuat. Tenaga banyak terkuras, napas ngos-ngosan, makanya banyak berhentinya. Saya sering menolong pengunjung yang kuat lagi berjalan ke atas,” kata Nurhadi, warga Gubugklakah yang memiliki warung terdekat dengan lokasi air terjun.

Itulah sebabnya, kata Nurhadi, dalam satu tahun terakhir pengelola mengizinkan warga setempat menyediakan wisata berkuda di dalam lokasi Coban Pelangi. Pengunjung yang ingin naik ke atas dipungut Rp 25 ribu per orang. Kalau cuma keliling lokasi dipungut Rp 10 ribu. Ongkosnya lebih murah karena lokasi yang dikelilingi sempit.

Sejatinya lokasi Coban Rondo bertopografi terjal, memanjang naik-turun, dengan kemiringan sekitar 45 derajat, tanpa dataran nan luas. Sekitar 250 meter menjelang lokasi air terjun, terdapat dataran seluas sekitar 600 meter persegi yang sering dipakai untuk berkemah. Nah, pengunjung yang ingin berkemah harus membayar tiket masuk Rp 10 ribu per orang per hari.

Pengunjung biasa membayar tiket masuk Rp 6 ribu per orang. Anak-anak bayar 50 persen dari harga normal. Harga tiket masuk Rp 6 ribu sudah termasuk iuran Asuransi Jiwa Bhayangkara. Tiket masuk itu belum termasuk uang parkir. Tiket parkir mobil pribadi Rp 3 ribu, sepeda motor Rp 1.000.

“Duit bisa keluar lagi bila pengunjung lapar dan haus, seperti Sampean ini. Di sepanjang jalan turun dan naik kan banyak warung, termasuk warung saya,” kata Nurhadi, setengah bercanda.

Nurhadi benar. Di sepanjang tanjakan naik, banyak pengunjung berhenti untuk mengatur napas, beristirahat di pondok-pondok bambu, mampir di warung, atau berfoto-foto. Di sepanjang rute terdapat 11 warung yang menjual minuman kemasan, minuman kopi, teh manis, mi instan, pisang dan bakwan goreng.

Jembatan bambu, yang berlokasi 150 meter sebelum lokasi air terjun, menjadi tempat berfoto paling disukai pengunjung setelah lokasi air terjun itu sendiri. Di sini pengunjung suka membasuh muka dengan air sungai yang bening dan segar, atau sekadar duduk-duduk di batu besar sambil mendengarkan gemericik air mengalir menuju Sungai Amprong.

Di sepanjang jalur pejalan kaki itu pun dilengkapi dengan banyak rambu peringatan bahaya longsor, jalan licin, larangan berteduh di sekitar pohon kering dan miring, larangan membuang sampah sembarangan, larangan menebang pohon, serta larangan bermain di lokasi air terjun dan sepanjang aliran sungai. Menurut beberapa pemilik warung, hanya larangan bermain di lokasi air terjun yang paling banyak dilanggar.

“Semua larangan di sini dipatuhi saat di musim hujan. Kalau sudah masuk musim kemarau begini, ya malah banyak pengunjung yang kepanasan dan kemudian berendam di sekitar lokasi jatuhnya air terjun,” ujar Nurhadi.

Begitu pun, Nurhadi dan kawan-kawan, juga Widadi,  masih bisa bersyukur karena mayoritas pengunjung sangat mematuhi larangan-larangan yang dibuat. Contoh, mayoritas pengunjung membuang sampah di tempat sampah sehingga kondisi Coban Pelangi terbilang sangat bersih bila dibanding beberapa obyek wisata sejenis. Widadi, sang koordinator Coban Pelangi, menyebutkan, pengelola wisata membuat banyak tempat sampah bersemen.

“Tiap 20 meter pasti ada tempat sampah. Itu sudah memenuhi standar  pengelolaan tempat wisata. Sampean sudah cek sendiri kan, hampir di tiap tempat sampah pasti ada sampah yang dibuang pengunjung,” ujar karyawan Perhutani yang sebelumnya bekerja di Wanawisata Coban Rondo itu.

Penataan Coban Pelangi sudah makin bagus. Namun, beberapa pengunjung masih berharap pengelola wisata untuk membuat informasi lengkap mengenai Coban Pelangi. Informasi itu bisa ditulis dalam brosur maupun papan informasi seperti yang terdapat di Coban Rondo.  Selama ini pengunjung hanya mendapati papan peta wisata yang dipasang di lokasi pintu masuk. Widadi berjanji akan membawa usulan dan harapan dari banyak pengunjung itu ke manajemen Perhutani.

Kepala Hubungan Masyarakat Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Malang Sugeng Siswantoro mengatakan, Coban Pelangi merupakan salah satu dari sekitar 52 obyek wanawisata yang dipunya Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Mayoritas wanawisata itu berupa wisata air terjun dan pantai.

Pengelolaan wanawisata diserahkan ke anak perusahaan atau unit bisnis Perhutani lainnya. Di wilayah Malang Raya, misalnya, Coban Pelangi langsung dikelola KBM-JLPL yang berkantor di Surabaya. Sedangkan Coban Rondo yang jadi andalan dikelola PT Perhutani Alam Wisata, anak perusahaan Perhutani.

“Memang belum semua potensi wanawisata tergarap menjadi obyek wisata. Pengembangannya disesuaikan dengan topografi atau karakter tiap obyek. Misalnya, ada yang dikembangkan sebagai sentra penghasil madu dan kegiatan outbound. Pengembanganya juga harus memperhatikan aturan dan relasi dengan instansi lain,” kata Sugeng.

Tidak diperinci Sugeng, tapi diakui ada pengelolaan obyek wisata pantai dan air terjun yang saat ini dipersoalkan oleh pemerintah daerah setempat. Ada juga obyek air terjun yang belum diperjelas siapa pihak yang paling berhak mengelolanya.



Delapan Coban di Malang Raya

Selain Coban Pelangi, masih ada sedikitnya tujuh obyek wisata air terjun di wilayah Malang Raya (Kabupaten Malang, Kota Malang, dan Kota Batu). Belum semua dikelola dengan baik dan bahkan ada yang belum dikelola sama sekali.

1.  Coban Rondo. Obyek wisata ini berlokasi di Dusun Sebalo, Desa Pandesari, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang. Luas keseluruhan wilayahnya 90,3 hektare—termasuk 5 hektare lahan yang menjadi tempat coban atau air terjun itu berada. Coban Rondo paling populer dan paling banyak dikunjungi wisatawan. 

2.  Coban Talun. Coban ini berada di kawasan wisata Bumi Perkemahan Coban Talun di lereng barat Gunung Arjuna-Welirang, dengan ketinggian sekitar 75 meter. Secara administratif, lokasinya masuk ke dalam wilayah Dusun Junggo, Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Coban Talun dikelola KBM-JLPL Perum Perhutani Unit II Jawa Timur.

3.  Coban Rais. Air terjun setinggi 20 meter ini terletak di Dusun Dresel, Desa Oro-Oro Ombo, Kecamatan Batu, Kota Batu. Dulu Coban Rais dikenal dengan nama Coban Sabrang karena harus melewati 14 sungai untuk mencapai lokasi air terjun. Jarak perjalanan kaki dari bumi perkemahan ke lokasi air terjun sekitar 3,5 kilometer. Dari pusat Kota Batu ke lokasi air terjun sekitar 10 kilometer. 

4.  Coban Jahe. Obyek wisata ini juga dikenal dengan nama Coban Begawan. Tinggi air terjun sekitar 45 meter. Lokasinya masuk kawasan Resor Polisi Hutan (RPH) Sukopuro, tepatnya di Dusun Begawan, Desa Pandesari Lor, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang. Jarak dari pusat kota Malang 23 kilometer.

5.  Coban Trisula. Ini merupakan air terjun yang berlokasi di Blok Kali Lajing, Seksi Konservasi Wilayah III Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), tepatnya di Desa Ngadas, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang. Lokasinya di atas Coban Pelangi.

Dinamakan Coban Trisula karena karena air terjun itu jatuh ke sungai sebanyak tiga tingkat, yaitu Coban Atas (air terjun pertama dari curahan sungai/kali Lajing); dibawahnya berupa Coban Tengah (air terjun kedua yang bersumber dari aliran air terjun pertama, di bawahnya terdapat kolam), dan Coban Bawah (air terjun ketiga, bersumber dari aliran Coban Tengah).

6.  Coban Glothak. Air terjun ini berlokasi di lereng Gunung Kawi di Desa Bedalisodo, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, atau 15 kilometer arah barat Kota  Malang. Dari pusat Desa Bedalisodo, pengunjung masih harus menempuh jarak 4 kilometer lagi dengan menyusuri Sungai Dem untuk mencapai lokasi air terjun setinggi sekitar 100 meter tersebut.

Masyarakat setempat percaya, Coban Glothak merupakan air terjun terakhir dari 7 terjun yang berada di atasnya. Coban Glothak belum dikelola serius oleh Perhutani.

7.  Coban Sewu. Lokasinya di dekat jalan utama Malang-Jombang/Kediri, tepatnya di Desa Bendosari, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang. Coban Sewu masih berdekatan dengan Coban Rondo. ABDI PURMONO 




Share this :

Previous
Next Post »
2 Komentar
avatar

wah asiknya.. minggu lalu saya juga kesana sambil hujan-hujanan. Licin tapi tetap asik! salam kenal! :)

Balas
avatar

Yang namanya liburan ya tetap saja harus disyukuri dan dinikmati, apa pun kondisinya.

Terima kasih untuk komentarnya. Salam kenal juga.

Balas