Presiden Joko Widodo Diminta Cabut Remisi bagi Pembunuh Jurnalis

Kamis, Januari 24, 2019


Pengungkapan kasus pembunuhan Prabangsa menjadi tonggak penegakan dan perlindungan terhadap kemerdekaan pers. Sedangkan pemberian remisi kepada otak pembunuhan melukai rasa keadilan keluarga korban dan jurnalis Indonesia. 

ORGANISASI Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia meminta Presiden Joko Widodo mencabut remisi yang diberikan kepada I Nyoman Susrama, terpidana kasus pembunuhan wartawan Radar Bali Anak Agung Narendra Prabangsa.

Dasar hukum pemberian remisi bagi Susrama tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 2018 tentang Pemberian Remisi Perubahan dari Pidana Penjara Seumur Hidup Menjadi Pidana Sementara. Keputusan ini bertanggal 7 Desember 2018. Dalam daftar 115 narapidana penerima remisi, Susrama berada di nomor urut 94.

Susrama ditahan sejak 26 Mei 2009 dan kasusnya kemudian disidangkan di Pengadilan Negeri Denpasar. Pada 15 Februari 2010 hakim menyatakan Susrama terbukti bersalah menjadi otak pembunuhan sehingga divonis penjara seumur hidup.

Prabangsa dibunuh dua bulan setelah memberitakan tindakan korupsi yang dilakukan Susrama. Prabangsa dijemput anak buah Susrama saat berada di rumah orangtuanya di Desa Taman Bali, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali, pada 11 Februari 2009.

Prabangsa lantas dibawa ke halaman belakang rumah Susrama di Desa Banjar Petak, Kecamatan Bebalang, Kabupaten Bangli. Di sanalah Prabangsa disiksa Susrama dan anak buahnya. Dalam kondisi sekarat, Prabangsa dibawa ke Pantai Goa Lawah di Dusun Blatung, Desa Pesinggahan, Kabupaten Klungkung. Tubuh Prabangsa kemudian dibawa naik perahu dan dibuang ke laut. Lima hari berselang, mayat Prabangsa yang mengapung ditemukan oleh awak kapal yang melintasi perairan Teluk Bungsil.

Merujuk data AJI, kasus Prabangsa merupakan satu dari sembilan kasus pembunuhan jurnalis di Indonesia. Kasus Prabangsa diproses hukum sampai para pelakunya dipenjara. Sedangkan 8 kasus pembunuhan maupun kematian lainnya belum diusut tuntas.

Dari sisa delapan kasus, antara lain, kasus pembunuhan Fuad M. Syarifuddin, wartawan Bernas Yogyakarta (1996); wartawan Harian Bernas Yogyakarta (1996); Herliyanto, wartawan lepas harian Radar Surabaya (2006); kematian Ardiansyah Matrais, wartawan tabloid Jubi dan Merauke TV (2010), serta pembunuhan Alfrets Mirulewan, wartawan tabloid mingguan Pelangi di Pulau Kisar, Maluku Barat Daya (2010).

Susrama divonis penjara seumur hidup. Sedangkan delapan anak buah Susrama yang terlibat dihukum penjara antara 5 sampai 20 tahun. Upaya banding mereka ditolak Pengadilan Tinggi Bali pada April 2010. Keputusan ini diperkuat oleh hakim Mahkamah Agung dengan menolak kasasi yang diajukan Susrama pada 24 September tahun yang sama.

Delapan tahun berselang, pada Desember 2018 Presiden Joko Widodo memberikan keringanan hukuman kepada Susrama. Keputusan Presiden ini dikecam AJI.

Dalam pernyataan sikap AJI Indonesia 23 Januari 2019 yang ditandatangani Ketua Umum AJI Indonesia Abdul Manan dan Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia Sasmito Madrim disebutkan bahwa perbuatan Susrama dan anak buahnya berkategori pembunuhan keji dan merupakan pembunuhan berencana. 

Fakta persidangan jelas menyatakan pembunuhan terkait berita yang dibuat Prabangsa. Susrama pun sudah dihukum ringan karena jaksa penuntut umum sebenarnya menuntut Susrama dengan hukuman mati. 

Pemberian remisi dinilai AJI melukasi rasa keadilan tidak hanya bagi diri keluarga korban, tapi juga jurnalis di Indonesia. Karena itu AJI meminta Presiden Joko Widodo mencabut keputusan pemberian remisi bagi Susrama.

“Kami menilai kebijakan pemberian remisi tidak arif dan memberikan pesan yang kurang bersahabat bagi pers Indonesia. AJI menilai, tidak diadilinya pelaku kekerasan terhadap jurnalis, termasuk juga memberikan keringanan hukuman bagi para pelaku, akan menyuburkan iklim impunitas. Para pelaku kekerasan takkan jera dan itu bisa memicu terjadinya kekerasan-kekerasan berikutnya,” ujar Abdul Manan.



Sebelumnya, 22 Januari 2019, AJI Denpasar menyampaikan sikap serupa. AJI Denpasar sangat menyayangkan pemberian remisi—sebelumnya disebut grasi—kepada Susrama. Pemberian remisi merupakan langkah mundur pemerintah terhadap perlindungan kemerdekaan pers.

Ketua AJI Denpasar Nandhang R. Astika mengatakan, pengungkapan kasus pembunuhan Prabangsa menjadi tonggak penegakan dan perlindungan kemerdekaan pers di Indonesia karena selama ini belum pernah ada kasus kekerasan terhadap jurnalis yang diungkap dan diusut tuntas, apalagi sampai pelakunya dihukum berat.

AJI Denpasar bersama sejumlah advokat dan aktivis tahu benar bagaimana susahnya aparat kepolisian Bali mengungkap kasus pembunuhan Prabangsa. Butuh waktu berbulan dan energi berlebih untuk mengungkapnya.

Pemberian remisi dari seumur hidup menjadi 20 tahun bisa melemahkan penegakan kemerdekaan pers. Bisa saja setelah remisi nantinya Susrama menerima pembebasan bersyarat. Seharusnya, ada catatan maupun koreksi dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia serta tim ahli hukum sebelum remisi diberikan.

Karena itu, AJI Denpasar menuntut pemberian remisi kepada Susrama dicabut atau dianulir. ABDI PURMONO

Share this :

Previous
Next Post »