Kala Danau Ranupani Disangka Lapangan Sepak Bola (1)

Kamis, November 01, 2018
Kondisi Danau Ranupani pada Minggu, 1 April 2018. Foto-foto: ABDI PURMONO


Danau Ranupani terancam punah dalam tempo lima hingga 20 tahun jika masalah sedimentasi serta perkembangbiakan Salvinia molesta dan tumbuhan liar lainnya tidak ditangani secara masif, komprehensif, dan berkelanjutan.

SEBUAH danau diingat Markasan dulunya dipenuhi air bening membiru yang dingin dan tenang. Danau dikelilingi perbukitan hijau nan subur hingga semua kehidupan tampak berlangsung selaras dengan alam sekitarnya.

Kelestarian danau mengundang kawanan burung belibis datang. Mereka sering kelihatan setengah tersembunyi dalam kabut pagi. Purnawan Dwikora Negara alias Pupung ingat betul pernah melihat kawanan unggas itu saat bersama kawannya mendaki Gunung Semeru pada 1988.

Kehadiran belibis juga ada dalam ingatan Sutono, 35 tahun. Saat masih kecil ia dan kawan-kawannya sering melihat belibis bermain di perairan jernih danau. Sutono kecil biasa mandi di sana sepulang sekolah. Orangtuanya sering menyuruh dia mengambil air danau demi memenuhi kebutuhan dapur dan menyirami tanaman.

“Jelas sekali dulu airnya sangat jernih. Derajat kualitas air yang sangat baik juga ditandai dengan kemunculan belibis. Tapi, sepuluh tahun terakhir enggak bisa ditemui lagi belibis-belibis itu. Saya tidak tahu ke mana mereka pergi,” kata Pupung, Anggota Dewan Daerah Walhi Jawa Timur, pada Rabu siang, 16 Mei 2018.

Danau dimaksud bernama Ranupani. Danau ini berlokasi di kaki Gunung Semeru dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Danau Ranupani secara administratif berada di Desa Ranupani, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Provinsi Jawa Timur.

Namun, maaf, kini tiada lagi gambar indah untuk perubahan Ranupani. Gambaran permai air yang bening membiru dan kawanan belibis yang bertingkah hanya ada dalam ingatan kolektif Markasan, Pupung, Sutono, dan warga lainnya.

Kelestarian dan keasrian Ranupani mulai memudar. Fakta kemalangan ini dapat dirujuk dari keheranan banyak pengunjung yang sedang mengantre untuk mendaftarkan diri di Kantor Resor Ranupani Balai Besar TNBTS atau biasa disebut Pos Ranupani.

Secara geografik, posisi Desa Ranupani sangat strategis sebagai desa terakhir dan sekaligus pintu masuk bagi pendaki Gunung Semeru, gunung api tertinggi di Pulau Jawa. Memang, tidak semua pengunjung datang untuk mendaki. Banyak juga pengunjung yang datang untuk bernostalgia. Alfin salah satunya. Ia datang dari Jakarta bersama istri dan kedua anaknya.

Saya sedang berdiri di tepi jalan depan Kantor Resor Ranupani saat Alfin melambatkan laju mobil dan membuka kaca. “Mas, danaunya ada di sebelah mana?” Alfin bertanya, Minggu, 1 April 2018.

Alfin tampak kaget bukan kepalang setelah saya sebutkan letak Danau Ranupani berada di belakang mobilnya. Pria berusia 40 tahun ini sontak keluar dari mobil untuk memandang hamparan danau yang saat itu menyerupai hamparan rumput berwarna hijau kecoklatan.

Pembersihan Ranupani pada Minggu, 1 April 2018.
Lho…, saya kira itu lapangan sepak bola. Waktu saya masih mahasiswa di Malang dan ke sini, danaunya masih kelihatan biru dan bersih,” kata Alfin. Ia terakhir mengunjungi Ranupani pada medio Desember 2000.

Sekitar 350 meter dari posisi Alfin berdiri, Manajer Lapangan Japan International Cooperation System (JICS) Andi Iskandar Zulkarnain alias Andi Gondrong sedang sibuk mengkoordinir sekitar 25 tenaga sukarela—tiga orang di antaranya berkebangsaan Jepang—bekerja membersihkan Salvinia molesta yang telah menutupi hampir 95 persen permukaan Ranupani. Kondisinya makin jorok oleh banyaknya sampah anorganik, seperti botol plastik minuman, popok bayi, bungkus makanan instan, dan pembalut.

Mereka ligat menyibak dan membelah gulma air yang mengambang dan mirip kasur setebal 20 sentimeter dengan garpu kayu. Saking tebal dan rapatnya salvinia, Sony dari Sahabat Volunteer Semeru (Saver) nyaris terjebak dan kepayahan menggerakkan ban karet yang dipakainya untuk mendorong Salvinia molesta ke tepi danau. Ia bisa menepi setelah meraih tali yang diulurkan kepadanya yang kemudian ditarik oleh dua rekannya.

Ada pula sukarelawan yang nyemplung ke dalam air untuk memasang sekat pembatas yang terbuat dari jalinan batang bambu. Sekat pembatas dipasang agar gambas air—sebutan lokal untuk Salvinia molesta—lebih gampang disibak, dibelah, ditarik, dan diangkat.

Mereka harus bekerja ekstrakeras. Ketebalan dan kerapatan salvinia bersama tumbuhan lain sungguh menguras energi dan membuat para sukarelawan bercucuran keringat dalam bekapan hawa sejuk Ranupani. Salvinia yang sudah diangkat ditumpuk di sepanjang tepi danau. Sedangkan sampah anorganik dikumpulkan terpisah dan sebagian dibakar.

“Kami harus cepat mengangkatnya agar Salvinia molesta tidak kembali menyatu dan mengambang keluar dari batas bambu,” kata Andi Gondrong.

Pembersihan dilakukan selama dua bulan sejak pertengahan Maret 2018. Hari itu hari kesebelas mereka bekerja. Berikutnya dilakukan pembersihan berskala cukup besar dengan melibatkan sejumlah komunitas pencinta lingkungan yang dimotori Saver, Gimbal Alas Indonesia, dan didukung Balai Besar TNBTS, pada 28-29 April dan 19-20 Mei tahun yang sama. Mereka bekerja sukarela dari pukul 7 pagi sampai pukul dua siang.
  
Banyak warga menggeleng saat ditanya kapan tumbuhan yang berkerabat dekat dengan kiambang dan eceng gondok itu muncul. Namun mereka kompak mengangguk sewaktu dikatakan kehadiran salvinia telah mengubah wujud molek Ranupani menjadi lebih mirip lapangan sepak bola.

Dalam ingatan Herwanto, warga setempat berusia 39 tahun, salvinia diketahui hadir pada 2008 dalam kelompok-kelompok kecil dan belum merata sebarannya. Salvinia mulai jadi masalah serius dua tahun kemudian. Warga menyebutnya dengan nama suket kembang alias rumput bunga dan gambas air. 

“Tapi saya enggak tahu dari mana datangnya,” kata Herwanto kepada saya, 1 Juni 2018. 
Kondisi Danau Ranupani pada Minggu, 1 April 2018.
Kepala Resor Ranupani Agung Siswoyo mengatakan, Salvinia molesta diketahui menyerang Ranupani pada pertengahan 2010 dan pernah dibersihkan beberapa kali. Pembersihan merupakan salah satu cara merestorasi Ranupani. Kegiatan restorasi berfokus untuk mengembalikan luas asli danau dan sekaligus memperbaiki kualitas air.

Pembersihan pertama berskala besar melibatkan petugas TNBTS dan anggota pencinta alam se-Jawa Timur pada Agustus 2011. Berikutnya, pada 6-7 April 2012 dilakukan aksi pembersihan besar-besaran yang melibatkan sekitar 700 orang dari berbagai elemen, termasuk dari Japan International Cooperation Agency (JICA). Belum lagi pembersihan secara sporadis oleh kelompok mahasiswa yang sedang melakukan kuliah kerja nyata maupun penelitian.

Keterlibatan JICA pernah dijelaskan JICA Chief Advisor Hideki Miyakawa kepada wartawan di Kota Malang, Minggu, 4 Desember 2011. Miyakawa menyatakan proyek restorasi berfokus membuat pedoman restorasi di hutan yang rusak, khususnya di hutan konservasi, untuk selama lima tahun sejak 2011.

Miyakawa menyebut kerusakan Ranupani sudah sangat gawat. Debit air, misalnya, sudah berkurang 50 persen. Penurunan debit air sangat dipengaruhi oleh serangan salvinia yang tumbuh pesat secara vegetatif.

“Fokus restorasi di sini untuk mengembalikan Ranupani seperti sediakala, yakni bebas dari salvinia dan sedimentasi,” kata Miyakawa.


Emy Endah Suwarni, Kepala Bidang Teknis Konservasi Balai Besar TNBTS saat itu, mengutarakan kegiatan restorasi Ranupani masuk dalam proyek nasional Pedoman Restorasi Ekosistem Hutan Konservasi yang digagas JICA.

Proyek restorasi diberlakukan pada lima taman nasional: TNBTS yang mewakili restorasi ekosistem danau, Taman Nasional Sembilang di Sumatera Selatan yang mewakili restorasi ekosistem mangrove; Taman Nasional Gunung Ciremai di Jawa Barat yang mewakili restorasi ekosistem hutan pegunungan; Taman Nasional Manupeu Tanah Daru di Sumba, Nusa Tenggara Timur, yang mewakili ekosistem lahan kering, serta Taman Nasional Gunung Merapi yang mewakili restorasi ekosistem kawasan konservasi pascabencana.

“Salah satu keluaran dari proyek ini adalah kajian, peraturan pedoman rehabilitasi atau restorasi serta penyusunan draf pedoman restorasi di kawasan konservasi,” kata Emy.

Pembersihan Ranupani pada Minggu, 1 April 2018.
Pembersihan Ranupani masih sangat mengandalkan partisipasi warga setempat yang berpuluh tahun sebelumnya terkesan tidak mempedulikan pentingnya Danau Ranupani bagi kehidupan mereka. Mereka baru tergerak setelah menyadari kerusakan Ranupani bisa langsung mereka saksikan begitu membuka jendela kamar di pagi hari.

Memang telat. Tapi kesadaran yang datang terlambat lebih baik daripada menonton saja. Kesadaran warga tersambung dengan pembuatan jadwal kontrol dan pembersihan yang melibatkan warga Sidodadi dan Besaran, dua dusun yang ada di Desa Ranupani. Belakangan diketahui jadwal kontrol itu tidak lagi dipatuhi.

Alhasil, ketidakteraturan aksi bersih-bersih hanya memberi kesempatan bagi salvinia “mati suri” untuk kemudian hidup menyebar secara masif dan cepat. Kecepatan tumbuh salvinia mengalahkan hasil kerja para pembasmi.

Salvinia mampu berbiak hanya dalam tempo lima hari. Mereka berbiak melalui rizoma atau rimpang yang menjalar. Rimpang berperan memerangkap nitrogen yang dibutuhkan salvinia untuk membesarkan dirinya.

Pembesaran salvinia bisa sangat terbantu oleh hujan. Hujan menguntungkan dan bisa merugikan para pembersih. Air hujan yang mengalir dari perbukitan mendorong sampah salvinia memasuki danau. Air hujan yang tidak tertampung di dalam danau meluap hingga sampah salvinia di pinggiran danau mengapung ke hampir semua permukaan danau. Air hujan juga menyeret dan mengapungkan banyak sampah plastik dan sampah rumah tangga. 

“Itu yang terjadi saat hujan turun dalam dua hari terakhir kemarin,” kata Andi Gondrong, Jumat, 22 Juni 2018. Ia mengirim empat foto yang menggambarkan sampah salvinia mengambang bersama luapan air Ranupani.

Apa boleh buat. Hasil kerja keras selama dua bulan yang berupa bersihnya 60-70 persen permukaan Ranupani rusak akibat gasakan hujan deras. ABDI PURMONO

Kondisi Danau Ranupani pada Minggu, 1 April 2018.


Catatan: 

Tulisan ini memotret kondisi Danau Ranupani sepanjang April-Juni 2018. Kondisi Danau Ranupani dilaporkan sudah bersih seluruhnya pada September tahun yang sama. 

Share this :

Previous
Next Post »