Kisah Panji yang Mendunia

Kamis, Agustus 30, 2018
Foto-foto: ABDI PURMONO


Sedikitnya ada 40 ragam kisah Panji dengan nama tokoh yang berbeda di tiap daerah di Indonesia dan juga di luar negeri. 

PELATARAN Taman Krida Budaya Jawa Timur di Kota Malang disulap menjadi gemerlap. Sebuah panggung megah bercahaya warna-warni dengan delapan hiasan anyaman janur atau penjor serta diapit perangkat musik gamelan di sisi kiri dan kanan.

Malam itu, Senin, 2 Juli 2018, Direktorat Kesenian Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendirikan dan Kebudayaan bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur sedang menyelenggarakan Pagelaran Kesenian Tradisional dan Kreasi Baru Festival Panji Nusantara. Kegiatan di Malang ini berlangsung hingga 3 Juli tahun yang sama.

Pembukaan festival diawali dengan tampilan tari Beskalan putri. Tari beskalan merupakan tarian tradisional asal Malang yang biasanya ditampilkan saat penyambutan tamu agung. Selain menjadi tarian selamat datang, tarian beskalan juga sering dipertontonkan dalam pementasan ludruk sebagai tari pembuka setelah tari remo, juga dulunya dipakai masyarakat untuk membuka lahan.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang Ida Ayu Made Wahyuni mengatakan, selain tari tradisional, ditampilkan pula antara lain pertunjukan seni kuda lumping, pameran topeng, pameran payung, wayang potehi. Seluruh rangkaian kegiatan seni berbasis cerita Panji yang dibawakan oleh seniman tuan rumah, Pandaan, Blitar, Kediri, Tulungagung, serta seniman dari Kamboja dan Thailand.

“Lewat gelaran ini masyarakat Indonesia harus tahu bahwa cerita Panji yang melegenda itu berasal dari Jawa Timur sehingga perlu diperkenalkan lagi secara lebih gencar dan luas,” kata Ida.

Pelaksana Tugas Wali Kota Malang Sutiaji mengatakan, kisah Panji merupakan kearifan lokal atau local wisdom yang harus dijunjung tinggi. Sejarah Indonesia salah satunya bersumber dari Kerajaan Kanjuruhan yang merupakan cikal-bakal Kerajaan Majapahit dan Kerajaan Singasari. 

Sutiaji mengatakan kisah Panji dengan semboyan Kota Malang, yakni Malangkucecwara, yang berarti kebatilan pasti hancur. Festival Panji yang diadakan di Malang menjadi peristiwa lokal yang menginspirasi karakter bangsa yang mengagungkan nilai toleransi, akulturasi budaya, spiritualisme, kebinekaan, dan perdamaian. Karena itu arek-arek Malang sangat diharapkan untuk menghargai karya leluhur, termasuk kisah Panji.

Ia pun sangat mensyukuri terpilihnya Kota Malang menjadi salah satu dari enam kabupaten/kota di Indonesia yang diprioritaskan untuk dimakmurkan dan dimajukan kebudayaan daerahnya.

Penampilan cerita Panji dimulai dengan penampilan sendratari Ontran-Ontran Gunung Wilis oleh kelompok seni Malang Ganesha. Sendratari ini mengisahkan Raden Panji Handoko Putro yang hendak meminang Dewi Mayangsari. Namun cinta Handoko bertepuk sebelah tangan karena ternyata Dewi Mayangsari justru mencintai adik kandung Raden Panji.

Delegasi Kamboja menyajikan tari klasik Inao. Tarian ini mengisahkan Pangeran Siyakra, putra Raja Daha, yang melihat burung merak di dalam hutan. Burung merak sengaja dikirim dewa sebagai pertanda adanya pertemuan antara Pangeran Siyakra dengan anggota keluarga yang lama berpisah. Pangeran dan prajuritnya mengejar merak sampai menghilang di perbatasan Kerajaan Kalaing.

Pangeran Siyakra yang menyamar sebagai Yarann bertemu Jenderal Pannyi (Panji) dan saudara angkatnya Sangkhanmorta. Ia meminta diperkenalkan kepada raja sebagai pelayan. Kemudian mereka membuat siasat dan akhirnya Yarann alias Pangeran Siyakra memperoleh dukungan politik dan pangkat tinggi militer. Walhasil, Yarann berteman baik dengan Jenderal Pannyi dan Sangkhamorta.

Kisah Inao dengan cerita Roeurng Inav atau Roeurng Inav Bussaba menjadi salah satu kisah yang sangat disukai Raja Kamboja dan sering ditampilkan dalam kurun 1900-an sampai akhir dekade 1940. Gerakan penari atau kbach berisi gerakan kaki yang lincah dipadu nyanyian merdu.

Sedangkan delegasi Thailand menyuguhkan drama tari klasik yang bernama Lakhon Nai. Tarian ini merupakan drama tari istana yang diperagakan oleh sekelompok wanita dengan gerakan elegan dan anggun. Drama Lakhon Nai berevolusi sesuai dengan tradisi kerajaan dan perkembangannya kemudian di bawah perlindungan Raja Rama II pada awal Abad 19.

Drama Lakhon Nai berkisah tentang cinta sejati Inao (Panji) dan Bussaba. Sejoli ini kawin lari dan bersembunyi di dalam gua. Diiringi pengawalnya, Inao meninggalkan Bussaba untuk berperang dengan menunggang kuda ke Kerajaan Daha.

Seusai penampilan delegasi Thailand, seniman Malang kembali memamerkan karyanya lewat sendratari Panji Reni. Acara malam itu ditutup dengan pertunjukan wayang topeng Wiruncana yang berjudul “Panji Seminingrat Bertutur Panji” dari Padepokan Seni Mangundharma, Tulus Besar, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang. Padepokan Seni Mangundharma dipimpin Ki Sholeh Adi Pramono.

Festival Panji di Malang merupakan sambungan dari kegiatan Festival Internasional Panji 2018 yang pembukaannya dihelat di Gedung Pertunjukan Ksirarnawa, Taman Budaya Bali, Denpasar, Rabu malam, 28 Juni. Rangkaian acara Festival Panji di Bali berlangsung sampai 30 Juni.

Dari Malang, rangkaian kegiatan lain diadakan di Blitar (3 Juli), Tulungagung (4 Juli), Kediri (5 Juli), Yogyakarta (6-8 Juli). Seluruh rangkaian kegiatan berpuncak pada pelaksanaan pertunjukan, pameran dan seminar internasional tentang Panji di Gedung Perpustakaan Nasional, serta pementasan seni Panji oleh seniman Indonesia, delegasi Thailand dan Kamboja di Graha Bakti Budaya Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Kegiatan di Jakarta berlangsung sepanjang 10-13 Juli tahun yang sama. 

Tonton video: Kisah Panji yang Mendunia.




FESTIVAL Internasional Panji 2018 digagas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk mempopulerkan kumpulan cerita Panji. Kegiatan itu merupakan ikhtiar pemerintah Indonesia bersama beberapa negara lain untuk merayakan keberhasilan naskah Panji yang diterima dan diakui oleh Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) sebagai Ingatan Kolektif Dunia atau Memory of the World atau (MoW) pada Oktober 2017.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mendaulat Profesor Wardiman Djojonegoro sebagai promotor Indonesia dengan jabatan Direktur Program Festival Internasional Panji Indonesia 2018. Wardiman dipercaya untuk menggolkan upaya menjadikan Panji sebagai ingatan kolektif dunia.

Wardiman telah berusaha sejak 2015 dengan menyodorkan 76 manuskrip yang tersimpan di Perpustakaan Nasional. Ia dan tim selanjutnya mengajak perpustakaan nasional di Asia dan Eropa yang memiliki naskah Panji untuk turut berpartisipasi.

Ada sekitar 91 nominator. Selain Perpustakaan Nasional Indonesia, Perpustakaan Nasional Malaysia, Kamboja, Thailand, Inggris, dan Universitas Leiden ikut jadi nominator. Malaysia melampirkan tujuh naskah Panji. Kamboja menyodorkan satunaskah Panji. Sedangkan Universitas Leiden di Belanda melampirkan 252 naskah Panji dari berbagai daerah dengan delapan bahasa lokal.

Namun, menurut Wardiman, Indonesia telah menyisihkan 90 nominator. Para juri di UNESCO mengagumi kisah Panji.

“Kita tentu sangat berharap naskah Panji bisa dijadikan Ingatan Kolektif Dunia oleh UNESCO. Keputusan resminya diumumkan Oktober mendatang. Di sini tidak ada negara yang mengklaim Panji itu miliknya meski berasal dari Jawa Timur,” kata Wardiman dalam sambutan pembuka Festival Panji di Taman Krida Budaya Jawa Timur, Malang, 2 Juli lalu.

Menurut Wardiman, Wardiman menyatakan upaya Indonesia didukung pemerintah Malaysia, Kamboja, Thailand, Universitas Leiden, dan Perpustakaan Nasional Inggris. Dukungan itu mewujud dalam penyelenggaraan Festival Internasional Panji, festival yang bertujuan untuk melestarian dan merayakan warisan bersama dari sastra dan budaya Panji.

Menurut Wardiman, banyak orang Indonesia tidak mengetahui bahwa cerita Panji adalah karya sastra dan budaya asli Indonesia yang pengaruhnya sampai di luar negeri. Inti ceritanya tentang asmara, perang, dan kepahlawanan. Tokoh utamanya adalah adalah Raden Inu Kertapati alias Raden Panji dari Kerajaan Jenggala dan Dewi Sekartaji alias Dewi Galuh Candra Kirana dari Kerajaan Kediri.

“Bahkan ada sedikitnya 40 ragam kisah Panji dengah nama tokoh yang berbeda-beda di tiap daerah,” kata Wardiman.

Cerita Panji menyebar luas ke hampir seluruh jazirah Nusantara (Jawa, Bali, dan Kalimantan) hingga ke Malaysia, Thailand, Kamboja, Myanmar, dan Filipina sejak zaman Kerajaan Majapahit. Panji di Thailand dan Kamboja dengan nama Inao.

Karena itu banyak sekali versi cerita Panji sehingga tak pantas lagi diklaim sepenuhnya masih jadi milik Indonesia, makanya diusulkan ke UNESCO sebagai MoW.

“Cerita ini populer sejak Abad 13-14, diadaptasi dalam berbagai kesenian tradisi. Panji itu kearifan lokal, sebagai pemersatu karena banyak yang terlibat dalam festival ini,” kata Wardiman, yang juga bekas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam Kabinet Pembangunan VI Pemerintahan Presiden Soeharto (1993-1998).

Kisah rakyat tentang Panji umumnya berpusar tentang pengembaraan Pangeran Panji menemukan Dewi Sekartaji. Sedikitnya ada 15 kisah pengembaraan ini, seperti dongeng Keong EmasAnde-ande Lumut, dan Golek Kencana. Kisah Panji sarat dengan nilai sejarah dan pesan moral. Pesan-pesan ini relevan dengan kondisi Indonesia yang secara geografis memiliki keragaman budaya yang harus dijaga dan direkatkan.

Sungguh saya terkesan. Ini karya besar. Melibatkan banyak instansi. Indonesia dan keragaman. Panji itu local wisdom, kearifan lokal sebagai pemersatu. Melalui acara ini kita dorong terus agar tumbuh ‘Panji Mania’ di masyarakat,” ujar Wardiman.




WARDIMAN mengaku menjadi promotor Panji tanpa sengaja. Kisahnya berawal dari perbincangan bersama beberapa teman dalam satu forum.

Obrolan berlanjut pada keseriusan membawa sesuatu kekayaan Indonesia keUNESCO. “Kata teman saya itu yang membawa ke UNESCO harusnya orang yang sudah terkenal. Kamu saja, kata teman saya itu,” ujar Wardiman, mengenang.

Pria kelahiran Pamekasan (Madura), 22 Juni 1934, itu mengaku menjadi sangat bersemangat meski ia tak tahu-menahu tentang cerita Panji. Ketua Yayasan Putri Indonesia ini benar-benar mempelajari cerita Panji dari nol. Segala sumber yang berkaitan dengan cerita Panji dicari, diburu, dan dipelajari. Sebanyak dua disertasi orang Indonesia, satu disertasi dari Thailand dan satu disertasi dari Malaysia menjadi bahan penting dalam proses pembelajarannya, demi menyusun naskah usulan nominasi ke UNESCO.

Sarjana teknik lulusan Jerman itu bahkan menambah khasanah pengetahuan hingga ke Leiden. Di Leiden ia sangat bersyukur dianugerahi kemampuan berbahasa Belanda sehingga ia gampang mempelajari segala bahan tentang kisah Panji yang disimpan di sana.

Proses persiapan pengajuan MoW diawali dengan penyelenggaraan seminar Panji pada November 2014. Kemudian dilakukan penyusunan formulir nominasi dan lampirannya. Lampiran mencakup katalog dan bibliografi. Keputusan yang harus diambil saat itu adalah menentukan satu naskah Panji yang dianggap representatif untuk diajukan ke UNESCO. Namun, ternyata memang tiada begitu karena naskah Panji tidak mencatat nama pengarang dan tahun terbitnya.



Akhirnyadiputuskan untuk mengajukan semua naskah yang ada dalam koleksiPerpustakaan Nasional kita, yaitu 76 buah. Pada 1 April 2016 naskah usulan 200 halaman dikirimkan ke sekretariat MoW UNESCO.

Wardiman sangat berharap seluruh rakyat Indonesia untuk mendukung permohonan MoW itu. Sastra dan budaya Panji merupakan local genius leluhur bangsa Indonesia yang berusia lebih dari 600 tahun. Wardiman mendorong perlunya mengeksplorasi kisah Panji untuk dijadikan cerita wayang. Selama ini lakon-lakon wayang justru didominasi cerita impor dari India berupa kisah Mahabarata dan Ramayana.

Ia pun sangat mengharapkan cerita Panji bisa menjadi bahan ajar di lembaga pendidikan, serta bisa dieksplorasi oleh para pelaku industri kreatif agar bisa menjadi beragam bentuk karya kreatif seperti novel, seni rupa, grafis, komik, patung, pahat, acara televisi, film, dan suvenir.

Di masa lalu, kata dia, Panji tidak saja menjadi karya sastra, tetapi berkembang menjadi seni pertunjukan antara lain lewat pentas wayang, topeng, dan seni kreatif lainnya. Di Jawa Timur, budaya Panji diabadikan dalam sejumlah relief candi dan situs-situs budaya lainnya.

“Dulu saja bisa, maka kita pun harus optimistis bahwa sekarang kita bisa melakukannya,” ujar Wardiman. ABDI PURMONO 




Share this :

Previous
Next Post »