Penjelasan Dewan Pers tentang Gugatan Program Verifikasi dan Uji Kompetensi

Senin, Juli 30, 2018



Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang independen. (Pasal 15 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers). 

DI SEJUMLAH grup Whatsapp jurnalis beredar surat penjelasan Dewan Pers tentang protes sejumlah orang yang mengatasnamakan wartawan, organisasi wartawan maupun perusahaan pers terhadap program verifikasi dan uji kompetensi wartawan atau UKW.

Surat bertanggal 26 Juli 2018 dan bernomor 371/DP/K/VII/2018 itu ditujukan kepada Menteri Sekretaris Negara, Menteri Koordinator Polhukam (Politik, Hukum, dan Keamanan), Menteri Komunikasi dan Informatika, Menteri Dalam Negeri, Panglima TNI, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Jaksa Agung, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional, para pimpinan BUMN/BUMD, para kepala biro hubungan masyarakat dan protokoler pemerintah daerah (provinsi, kabupaten, dan kota) se-Indonesia, serta para pimpinan perusahaan.

Disusun sesuai urutan abjad namanya, surat yang sama ditembuskan kepada empat ketua umum organisasi perusahaan pers (Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia/PRSSNI, Serikat Perusahaan Pers/SPS (dulu bernama Serikat Penerbit Surat Kabar), Asosiasi Televisi Lokal Indonesia/ATVLI, Asosiasi Televisi Swasta Indonesia/ATVSI) dan tiga organisasi wartawan (Aliansi Jurnalis Independen/AJI, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia/IJTI, Persatuan Wartawan Indonesia/PWI) yang jadi konstituen Dewan Pers.

Surat penjelasan sebanyak tiga halaman yang ditandatangani Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo itu dilampiri pernyataan pers Dewan Pers terkait kasus meninggalnya Muhammad Yusuf, 42 tahun, wartawan Berantas News dan Kemajuan Rakyat. Muhammad Yusuf tewas saat mendekam di penjara Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Kotabaru, Kalimantan Selatan, pada Ahad, 10 Juni 2018.


Isi suratnya saya salinkan ulang di bawah ini.


PASCA-Reformasi 1998 dan terbitnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers bermunculan berbagai organisasi wartawan baru. Undang-Undang mempersilakan kepada setiap wartawan untuk memilih bergabung dengan organisasi wartawan yang telah ada ataupun membentuk organisasi wartawan baru. Orang juga seperti berlomba membuat media tanpa mengurus badan hukum, dan menjalankan kewajiban lain sebagai perusahaan yang diatur UU dan peraturan Dewan Pers terkait standar perusahaan pers.

Indonesia saat ini adalah negara dengan jumlah media paling banyak di dunia. Data media di Indonesia saat ini diperkirakan mencapai angka 47.000 media. Media online/siber adalah paling banyak. Diperkirakan ada 43.300 media online. Tapi yang tercatat di Dewan Pers dan memenuhi syarat sebagai perusahaan pers hanya berjumlah 2.200 saja. Sekitar 7 persen yang dapat disebut sebagai perusahaan pers yang profesional.

Di Indonesia banyak orang mendirikan media bukan untuk tujuan jurnalisme, yaitu memenuhi hak masyarakat untuk mendapatkan berita, tapi dalam praktek abal-abal. Media sengaja didirikan sebagai alat untuk memudahkan pemerasan terhadap orang, pejabat, pemerintah daerah, maupun perusahaan.

Sejak Dewan Pers mencanangkan program verifikasi perusahaan pers pada puncak peringatan Hari Pers Nasional 2017 di Ambon dan kembali menegaskan tentang perlunya uji kompetensi wartawan (UKW) sebagai upaya memerangi hoax dan praktek pers abal-abal, banyak orang yang mengaku sebagai wartawan ataupun mengatasnamakan media dan organisasi wartawan melancarkan aksi demonstrasi. Kelompok-kelompok ini menolak verifikasi perusahaan pers dan juga UKW. Tuntutan itu disertai pula dengan tuntutan pembubaran Dewan Pers.

Penyalahgunaan media maupun profesi wartawan oleh kelompok abal-abal yang kian marak juga melatarbelakangi munculnya revisi Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dengan Polri yang ditandatangani pada 9 Februari 2017 di hadapan Presiden RI Joko Widodo dalam puncak peringatan Hari Pers Nasional di Kota Ambon. Nota kesepahaman antara Dewan Pers dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia No: 2/DP/MoU/II/2017 dan No: B/5/II/2017 tentang Koordinasi Dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan. Nota Kesepahaman tersebut sebagai pedoman bagi Dewan Pers maupun Polri dalam rangka koordinasi guna terwujudnya kemerdekaan pers dan penegakan hukum terkait penyalahgunaan profesi wartawan.

Pada dasarnya pidana bisa dikenakan bila memang ada niat buruk dalam pemberitaan oleh pers ataupun pemberitaan yang dibuat abal-abal misalnya tidak mematuhi KEJ (Kode Etik Jurnalistik), atau perilaku yang melanggar ketentuan hukum pidana antara lain pemerasan, menyebarkan kabar bohong, memfitnah, dan lain-lain. Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) juga bisa dikenakan kepada pihak yang jelas bukan wartawan.

Mandat Dewan Pers jelas, yaitu melindungi kemerdekaan pers. Untuk itulah Dewan Pers membuat Nota Kesepahaman dengan kepolisian, kejaksaan, dan mendorong Mahkamah Agung untuk melahirkan Surat Edaran Mahkamah Agung No 1 Tahun 2008. Dalam rangka memberikan perlindungan kepada wartawan, Dewan Pers juga membuat nota kesepahaman dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Panglima TNI.

Perlu diketahui bahwa verifikasi perusahaan pers dan uji kompetensi ini adalah tindak lanjut dari Piagam Palembang 2010 yang dicetuskan oleh tokoh-tokoh pers pada puncak HPN 2010 di Palembang. Piagam Palembang mengamanatkan 2 tahun setelah piagam ditandatangani, komitmen akan dilaksanakan oleh masyarakat pers.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers adalah sebuah undang-undang yang unik di Indonesia dan merupakan satu-satunya undang-undang di Indonesia yang tidak ada peraturan pemerintah (PP) maupun peraturan menteri (Permen) sebagai peraturan pelaksanaannya. Para pengonsep dan penggagas Undang-Undang Pers ini memang membatasi campur tangan orang dari luar pers untuk mengatur-atur dan memasuki ruang kemerdekaan pers. Para penyusun undang-undang berharap para wartawan profesional dan masyarakat pers, dengan difasilitasi Dewan Pers, mengatur diri sendiri melalui penyusunan berbagai peraturan, pedoman, termasuk menyusun KEJ.

Hingga kini wartawan yang telah lulus mengikuti uji kompetensi telah mencapai jumlah lebih dari 12.000 wartawan. Uji kompetensi dilakukan oleh 27 lembaga penguji yang terdiri dari sejumlah perguruan tinggi, lembaga pendidikan, perusahaan pers, PWI, AJI, dan IJTI. Dewan Pers berharap program uji kompetensi akan menihilkan praktek abal-abalisme di Indonesia.

Sekelompok orang yang mengaku wartawan, mengatasnamakan media dan juga mengatasnamakan organisasi wartawan ini kembali beraksi setelah meninggalnya Muhammad Yusuf dalam tahanan kejaksaan ketika tengah menjalani proses persidangan di Kotabaru. Mereka kembali beraksi dengan tuntutan yang sama, memfitnah dan menyerang berbagai individu dan pihak. Termasuk tokoh pers senior Indonesia, Sabam Leo Batubara, dan Kapolri Jenderal Dr M. Tito Karnavian.

Kelompok ini kini mengatasnamakan wartawan tengah melobi dan meminta beraudiensi dengan sejumlah kementerian dan lembaga (K/L) dan juga sejumlah instansi. Dewan Pers mengimbau untuk tak memberikan panggung kepada kelompok ini. Karena dengan memberikan kesempatan dan panggung kepada mereka ini, maka para penunggang gelap kebebasan pers di Indonesia jumlahnya akan membesar.

Melalui surat ini, Dewan Pers perlu menyampaikan bahwa Dewan Pers sama sekali tak mengenal orang-orang yang melakukan aksi tersebut, termasuk para tokoh, media, dan juga organisasinya. Dewan Pers tak mengenal wartawan-wartawan yang tergabung dengan organisasi yang menamakan diri Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI), Ikatan Penulis dan Jurnalis Indonesia (IPJI), Himpunan Insan Pers Seluruh Indonesia (HIPSI), Ikatan Media Online (IMO), Jaringan Media Nasional (JMN), Perkumpulan Wartawan Online Independen (PWOIN), Forum Pers Independen Indonesia (FPII), Aliansi Wartawan Anti Kriminalisasi (AWAK), dan lain-lain.

Sekadar informasi, organisasi perusahaan pers dan organisasi wartawan yang menjadi konstituen Dewan Pers adalah Serikat Perusahaan Pers (SPS), Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI), Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI),  Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI).

Dewan Pers akan tetap bekerja dan menjaga kemerdekaan pers. Termasuk dari rongrongan orang-orang yang mengaku wartawan tapi menyalahgunakan ruang kemerdekaan pers. Terhadap orang-orang yang mengaku sebagai wartawan, tapi bertindak tidak profesional dan tak memahami KEJ melakukan perbuatan pidana, itu bukanlah kewenangan Dewan Pers untuk menanganinya. Dewan Pers hanya melindungi praktek pers yang profesional dalam rangka menjaga integritas wartawan Indonesia dan meningkatkan mutu kehidupan pers nasional.



Logo sembilan organisasi wartawan yang disebut Dewan Pers dalam surat penjelasan bertanggal 26 Juli 2018. 


DALAM lampiran surat penjelasan itu Dewan Pers menyampaikan tiga pokok klarifikasi.

Pertama, Dewan Pers tidak pernah menerima pengaduan dari pihak-pihak yang dirugikan oleh berita yang dibuat Muhammad Yusuf. Dewan Pers terlibat dalam penanganan kasus ini setelah Kapolres Kotabaru AKBP Suhasto mengirim surat permintaan Keterangan Ahli pada 28 Maret 2018. Surat ini diikuti kedatangan 3 penyidik dari Polres Kotabaru ke kantor Dewan Pers pada 29 Maret 2018. Para penyidik itu datang untuk meminta Keterangan Ahli dari Sabam Leo Batubara yang telah ditunjuk Dewan Pers.

Kedua, permintaan Keterangan Ahli dari Dewan Pers oleh penyidik Polri merupakan implementasi dari Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang Koordinasi dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan.

Nota Kesepahaman ini memuat dua substansi penting, yakni upaya untuk menjaga agar kasus pelanggaran etik yang dilakukan oleh pers profesional tidak diselesaikan melalui proses pidana; dan terhadap kasus penyalahgunaan profesi wartawan yang diproses pidana oleh Polri, Dewan Pers akan menyediakan Ahli Pers untuk memberikan Keterangan Ahli.

Ketiga, kemerdekaan pers adalah bagian dari hak asasi manusia. Salah satu fungsi utama Dewan Pers adalah menjaga kemerdekaan pers antara lain dengan senantiasa mendorong pers untuk selalu bersikap profesional dan taat kepada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Kode Etik Jurnalistik, dan Peraturan-Peraturan Dewan Pers lain yang pada dasarnya merupakan peraturan yang dibuat sendiri oleh komunitas pers sebagai implementasi dari swa-regulasi (self regulation).

Salinan lengkap lampiran tersebut dapat dibaca dengan mengklik tautan konten berjudul Pernyataan Dewan Pers terkait Kasus Meninggalnya Muhammad Yusuf yang dipublikasikan melalui laman Dewan Pers. ***

Share this :

Previous
Next Post »