Kisah Anggota KPPS Meninggal di Teras Rumah

Minggu, Mei 19, 2019
Subagio semasa hidup saat merayakan ulang tahun ke-58 pada 4 Januari 2019. Foto-foto: dokumen pribadi Ganis.

Ganis mengusulkan kepada pemerintah dan KPU untuk mengadakan tes kesehatan sebelum merekrut anggota KPPS di pemilu berikutnya, serta penghapusan pemilu serentak model sekarang.


MALANG — Ganis Tri Maharani hampir menangis saat menceritakan kenangan tentang ayahnya yang meninggal sebulan lalu. Apalagi ibunya lebih dulu meninggal setahun lalu di bulan Juli.

Dia tidak menyangka kematian Subagio dan ratusan lagi petugas pemilihan umum mengundang polemik di masyarakat serta dimanfaatkan pembuat dan penyebar kabar dusta. Dia keberatan kematian sang ayah dikait-kaitkan dengan politik pemilihan presiden.

Perempuan berusia 29 tahun itu pun geregetan saat mengetahui beredarnya hoaks yang menyebut ketidakwajaran penyebab kematian ratusan anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), seperti diracun, serta narasi pembunuhan massal anggota KPPS.

“Hoaksnya kebangetan, ya. Bapak saya meninggalnya benaran karena sakit. Meninggalnya di teras rumah, enggak sempat dibawa ke rumah sakit. Dokternya yang datang ke sini,” kata Ganis kepada saya di rumah Subagio di Griya Permata Alam Blok CC/20 Desa Ngijo, Kecamatan Karangploso, pada Sabtu sore, 18 Mei 2019.

Subagio bertugas sebagai anggota Perlindungan Masyarakat (Linmas) yang berjaga di tempat pemungutan suara atau TPS 24 Desa Ngijo. Pensiunan tentara berpangkat kopral kepala ini meninggal dalam usia 58 tahun pada Minggu, 21 April 2019, atau empat hari setelah pemungutan suara 17 April.

Ganis mengatakan, bapaknya pensiun dari Pusat Pendidikan Artileri Pertahanan Udara (Pusdik Arhanud) TNI Angkatan Darat pada 2014. Pusdik Arhanud beralamat di Jalan Kesatrian Arhanud, Desa Pendem, Kecamatan Junrejo, Kota Batu.
 
Subagio saat masih berdinas di
Pusdik Arhanud.. 
Di masa pensiun, pria kelahiran Kediri, 4 Januari 1961, itu menjadi petugas keamanan di PDAM Kota Batu. Pada 2017, Subagio merasa sangat kelelahan, disertai sakit di punggung dan nyeri di dada. Leher dan tenggorokan pun tak nyaman, serta suhu tubuh yang menghangat.

“Bapak minta dipijitin karena mikirnya bapak waktu itu hanya kecapekan sehingga bagian tubuh lainnya ikutan sakit,” kata Ganis, anak ketiga dari empat perempuan bersaudara.

Kondisi Subagio membaik sebentar dan kemudian kumat lagi. Subagio kemudian dibawa ke Rumah Sakit Prasetya Husada. Rumah sakit ini berlokasi di Jalan Raya Ngijo-Karangploso. Petugas medis menyatakan Subagio terkena gejala demam berdarah dan diperbolehkan pulang.  

Sekitar sebulanan di rumah, penyakitnya kambuh lagi. Subagio sempat meminta Ganis memijati punggungnya. Tapi kondisinya tidak membaik. Akhirnya, Ganis membawa Subagio kembali ke RS Prasetya Husada. Lagi, petugas medis di sana memvonis Subagio mengalami gejala demam berdarah. Waktu itu Subagio hendak menggunakan kartu BPJS Kesehatan agar bisa dirawat inap, tapi pihak rumah sakit menolak dan diarahkan ke bagian poliklinik umum.

Lalu Ganis meminta rujukan kepada Batalyon Kesehatan 2/Kostrad alias Yonkes Kostrad. Batalyon ini diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 13 Oktober 2008 dan markasnya sangat dekat dengan rumah Subagio. Petugas medis Yonkes memberi surat rujukan kepada Ganis supaya Subagio dibawa ke Rumah Sakit Prima Husada di Jalan Raya Mondoroko, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang.

Saat di Prima Husada-lah baru diketahui Subagio mengalami serangan jantung kedua sehingga ia harus menjalani rawat inap selama dua minggu. “Malah direktur PDAM Kota Batu menyarankan bapak beristirahat selama empat bulan,” ujar Ganis, yang saat ini sedang mengerjakan skripsi Fakultas Psikologi Universitas Gajayana, Malang.


Lalu Subagio kembali bertugas sebagai satuan pengamanan di PDAM Kota Batu. Berselang sekitar 1,5 tahun, Subagio diminta membantu persiapan pemungutan suara Pemilu 2019. Kesibukan baru ini ia rasakan sejak dua pekan sebelum hari coblosan. Subagio enggak pernah absen rapat. 

Ganis ingat bapaknya masih ikut melekan rapat di balai desa untuk finalisasi persiapan coblosan. Subagio didaulat menjadi anggota Linmas dan ditugasi berjaga di TPS 24. Persiapan pencoblosan dimulai pukul 6 pagi. Namun, Subagio pulang ke rumah untuk makan dan mandi sore meski penghitungan suara belum selesai.  

“Bapak habis melekan di balai desa. Tapi, namanya juga mantan tentara, bawaan bapak tetap strong dan gagah. Postur tubuh bapak tinggi besar dan dulu berkumis tebal sehingga tampak kereng (garang). Padahal, aslinya bapak sangat penyabar dan suka guyon,” ujar Ganis.

Subagio tidak balik lagi ke TPS 24 karena ia amat kecapekan dan suhu badannya hangat. Subagio meminta bahu dan punggungnya dipijati. Pijatan dilakukan putri keempat alias putri bungsunya. Saat kondisi fisiknya membaik, Subagio masih menyempatkan ke balai desa untuk rapat maupun sekadar ngobrol membahas hasil pemilu.  

Ganis ingat, sepekan sebelum meninggal Subagio bercerita mimpi didatangi kakak kandungnya yang dipanggil Mbakyu Sun. Lalu Mbakyu Sun minta diantar ke Kediri untuk menjumpai bapak dan ibu mereka.

“Padahal,” kata Ganis, “kakek dan nenek saya itu sudah lama meninggal. Bapak cerita mimpinya itu sambil duduk di kursi ini sambil nonton televisi. Setelah diceritain bapak, saya langsung merasa demam. Anehnya, demam saya lama sampai saya minta izin tidak ngajar empat hari.” Ganis mengajar di TK Perwira Griya Permata Alam.

Lalu, Ganis mengenang Subagio yang tampak ceria, segar, dan bersemangat di hari keempat pasca-pemungutan suara atau di hari kematiannya. Subagio masih mengucek-ucek pakaian di pagi hari. Ganis sering menyarankan bapaknya mencuci pakaian dengan mesin cuci biar enggak cepat lelah.


Keempat anaknya pun sering mengingatkan supaya ia mengurangi aktivitas yang berat. Namun Subagio malah berkilah badannya justru pegal-pegal jika kebanyakan santai.

Subagio langsung memperbaiki pagar rumah sehabis mencuci. Sekitar pukul 10 pagi, Subagio mengaku mau pingsan. Ganis dan adiknya lalu merangkul Subagio dan secepatnya mendudukan sang bapak di kursi teras. Waktu itu kondisi Subagio gemetaran dan kayak orang kejang-kejang. Paniklah Ganis dan adiknya. Mereka pun bergegas mencari pertolongan.

“Karena di sini kebanyakan warga prianya kerja swasta, yang ada kebanyakan ibu-ibu. Terus ada ibu depan rumah dan warga pria yang datang. Tapi kami enggak kuat masukkan bapak ke mobil, mungkin karena badan bapak yang tinggi besar,” kata Ganis.

Dia kemudian menghubungi Yonkes 2 Kostrad. Sekitar pukul 12 siang, seorang dokter Yonkes mendatangi rumah Subagio. Si dokter menyatakan Subagio sudah meninggal tanpa menyebut penyebab kematiannya. Hanya Ganis dan adiknya yang menduga kuat ayah mereka meninggal karena serangan jantung lagi.

Karena itu, Ganis menolak wacana maupun usulan pembongkaran makam para anggota KPPS untuk divisum karena hanya menambah beban mental dan pikiran keluarga. Dia menyarankan, daripada sibuk mewacanakan pembongkaran makam dan visum, lebih baik sibuk mencari solusi perbaikan pelaksanaan pemilihan umum 5 tahun lagi.

Ganis memberikan dua usulan. Pertama, pemerintah dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus mengadakan tes kesehatan lebih dulu sebelum merekrut anggota KPPS di pemilu berikutnya. Ganis menyebut rata-rata anggota KPPS berusia tua.

Namun, Ganis menukas, usia tua bukan jaminan orangnya gampang lelah saat bertugas di TPS karena tingkat kesehatan orang berbeda-beda. Kelelahan bisa jadi faktor pemicu pada petugas KPPS yang memang kondisi tubuhnya tidak sehat sejak lama.

Kedua, jangan lagi diadakan pemilu serentak. Ganis mengaku tidak menyangka beban kerja KPPS begitu banyak dan berat mulai dari persiapan hingga hari pemungutan suara 17 April.

Atas jasanya, Subagio diberi sertifikat penghargaan oleh Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa pada 25 April 2019 di Surabaya. Selain sertifikat, Pemerintah Provinsi Jawa Timur juga memberi santunan sebesar Rp 15 juta. Ganis yang menerima sertikat dan uang santunan. ABDI PURMONO


CATATAN:

Tulisan panjang ini diedit redaksi dan kemudian dipublikasikan melalui Tempo.co dengan judul Keluarga Kesal Petugas KPPS Meninggal Dikaitkan Hoaks karena Racun, Minggu, 19 Mei 2019. 

Share this :

Previous
Next Post »