Rahmat Shigeru Ono, ‘Samurai Indonesia’ Terakhir

Senin, Agustus 25, 2014
Rahmat Shigeru Ono, Ahad, 17 Agustus 2014
Foto-foto: ABDI PURMONO

SEBILAH samurai teronggok di sisi kiri ranjang dan dekat dengan kepala sang pemilik, Rahmat Shigeru Ono alias Sakari Ono. Ono pulas tidurnya. Sesekali terdengar suara ngorok yang keras.

“Papi sekarang tidur-tiduran saja di tempat tidur, sudah hampir tidak bisa apa-apa lagi. Kata dokter, papi kena tifus dan ada pembengkakan pembuluh darah,” kata Agoes Soetikno Ono, putra ketiga pasangan Rahmat Shigeru Ono dan Darkasih, pada Ahad malam, 17 Agustus 2014.

“Papi” merupakan sebutan karib dari anak, menantu, cucu, cicit, dan kerabat kepada Ono. Mantan serdadu Jepang yang ikut membela Indonesia pada masa perang kemerdekaan 1945-1949 ini sudah sepekan tergolek di ranjang rumahnya di Jalan Cemara Kipas 74 RT 03 RW 01, Desa Sidomulyo, Kecamatan Batu, Kota Batu.

Sehari-harinya Ono lebih banyak diurus Askuk Sulikah dan Erly, dua putri, serta cucu-cucunya yang sudah besar dan seorang pembantu. Sulikah mengatakan, sehari jelang Lebaran Ono sempat hampir terjatuh. Tiba-tiba badanya melemah. Namun beberapa hari kemudian membaik sampai akhirnya diopname di Rumah Sakit dr Etty Asharto, Batu, pada Senin-Kamis, 11-14 Agustus.

“Kata dokter, sakitnya papi karena faktor usia tua dan kecapekan karena banyak menerima tamu. Papi selama ini tak pernah mengeluhkan sakit apa pun dan kalau sakit pun tak pernah mengeluh. Semangatnya untuk sembuh begitu kuat,” kata Sulikah.

Lantaran kondisi fisiknya makin lemah, Ono tak bisa memenuhi undangan Istana Negara untuk mengikuti upacara bendera peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia Ke-69 bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan ratusan veteran lainnya. Undangan sejenis juga diterima dari Wali Kota Batu Eddy Rumpoko.

Seingat Agoes, Sulikah, dan Erly, sejak empat tahun terakhir kondisi fisik Ono terus menurun sehingga ia tak lagi bisa aktif mengikuti beragam kegiatan, apalagi bila harus menempuh perjalanan jauh meski dengan menggunakan pesawat terbang. Kegiatan terakhir di luar rumah yang dilakukan Ono adalah saat menghadiri dirgahayu Legiun Veteran Republik Indonesia ke-57 pada 2 Januari 2014.

Ono lahir di Furano, Hokkaido, pada 1919 dan 26 September mendatang berusia 95 tahun. Ono bergabung dengan tentara Indonesia sejak Desember 1945, hampir lima bulan setelah pasukan Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, 15 Agustus tahun yang sama.

Pada masa perang Ono menjadi anggota Pasukan Gerilja Istimewa (PGI), salah satu pasukan elite RI yang dibentuk pada Juli 1948 dan bermarkas di Wlingi, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. PGI dipimpin Tomogero Yoshizumi alias Bung Arif dan wakilnya, Tatsuo Ichiki alias Abdul Rachman.

Dalam beberapa pertemuan dengan Tempo, Ono sering mengulang cerita sejarah perjuangan. Ono paling doyan menceritakan kesuksesan PGI mengobrak-abrik acara perayaan Hari Wilhelmina alias Hari Lahir Sri Ratu Belanda.

PGI akhirnya hancur setelah lokasi markas diketahui musuh. Bahkan, pada 3 Januari 1949 itu Abdul Rachman gugur dalam sebuah pertempuran di Dusun Arjosari, Desa Sumberputih, Kecamatan Wajak, Kabupaten Malang. Pada tahun yang sama PGI disusun ulang dan berganti nama menjadi Pasukan Untung Suropati 18 atau PUS 18.

Ono mengaku membantu Indonesia berperang melawan Belanda karena terbebani janji Jepang untuk memerdekakan Indonesia. “Selain janji itu, saya tak tega lihat orang-orang Indonesia dipukuli dan ditembaki Belanda,” kata Ono pada akhir Oktober 2013.

Yayasan Warga Persahabatan di Jakarta mencatat ada 903 prajurit Jepang yang ikut bergerilya bersama pejuang-pejuang Indonesia. sebanyak 531 orang (59 persen) tewas dan hilang, 324 orang (36 persen) menjadi warga negara Indonesia, dan sisa 45 orang (5 persen) lagi pulang ke negaranya (baca juga: Senjakala Samurai Tua).


Ono mengaku sekarang jadi satu-satunya veteran ’45 asal Jepang yang masih hidup di Indonesia setelah sahabatnya, Letnan Muda Umar Hartono alias Eiji Miyahara, ketua Yayasan Warga Persahabatan, meninggal pada 15 Oktober 2013.

Namun, Ono mengaku tak suka Indonesia yang sekarang karena korupsinya makin banyak. Saking muaknya pada korupsi yang merajalela, Ono pernah menyatakan ingin balik ke Jepang. “Korupsi itu tak sesuai dan melanggar tujuan proklamasi dulu. Korupsi merusak masa depan negara dan generasi kita berikutnya,” kata Ono berapi-api, Rabu, 16 November 2011.

Kebencian pada korupsi selalu diulang Ono kepada lawan-lawan bicaranya. Bahkan, pernah pada satu hari di ujung Maret 2011, Ono marah-marah saat mendengar—Ono sudah jadi tunanetra—seorang tersangka koruptor tersenyum dan tertawa di televisi. Setelah nama tersangka koruptor disebut Sulikah, Ono langsung meradang dan sontak mengatakan semua koruptor sangat layak dihukum mati. 

“Biar koruptornya tak bisa tertawa lagi. Dulu kami berjuang tidak menghitung untung-rugi, semua buat Indonesia dan rakyatnya. Negara kita ini bisa maju kalau korupsi tak ada. Saya sebentar lagi mati, jadi saya minta tolong perjuangan saya dan kawan-kawan dihargai dengan perjuangan melawan korupsi,” kata bapak sepuluh anak, dua di antaranya sudah meninggal dunia, ini.


Karena itu ia mendukung penuh bahaya korupsi diajarkan di sekolah-sekolah mulai jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan menengah. Kakek 14 cucu dan 10 cicit itu pun mendukung penuh keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi serta berharap lembaga kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan bisa segarang dan setegas KPK dalam hal pemberantasan korupsi.

Perjuangan Ono dan kawan-kawan diganjar penghargaan Bintang Gerilya dan Bintang Veteran oleh Presiden Soekarno pada 1958. Ono pensiun dari Tentara Nasional Indonesia dengan pangkat mayor. ABDI PURMONO

Share this :

Previous
Next Post »