Rahmat Shigeru Ono, Veteran Perang ’45 Asal Jepang Terakhir Wafat

Senin, Agustus 25, 2014
Taman Makam Pahlawan Suropati, Kota Batu
Senin, 25 Agustus 2014
Foto-foto: ABDI PURMONO

MAYOR (Purnawirawan) Rahmat Shigeru Ono alias Sakari Ono, veteran ’45 asal Jepang, wafat pada Senin, 25 Agustus 2014, pukul 05.50 WIB, di ruang intensive care unit Rumah Sakit Universitas Muhammadiyah Malang. Ono wafat dalam usia 95 tahun.

Jenazah Ono dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Suropati, Kota Batu, dengan upacara kemiliteran yang dilakukan Komando Distrik Militer 0818/Kabupaten Malang dan Kota Batu.

Eru Suyono, putra bungsu pasangan On dan Darkasih, mengabarkan, ayahnya dirawat di RS UMM karena menderita tifus dan pembengkakan pembuluh darah. “Menurut dokter, ada komplikasi jantung dan paru yang mengakibatkan terjadinya sumbatan pembuluh darah ke otak,” kata Eru.

Ono diopname di ruang ICU RS UMM sejak 20 Agustus. Sebelumnya bapak sepuluh anak—dua orang di antaranya meninggal—itu diopname di RS dr Etty Asharto, Kota Batu, pada 11-14 Agustus dan sempat dirawat sepekan di rumahnya di Jalan Cemara Kipas 74 RT 03 RW 01, Desa Sidomulyo, Kecamatan Batu, Kota Batu.

Menurut Askuk Sulikah, putri keempat, dalam empat tahun terakhir Ono kondisi fisik Ono terus menurun sehingga tak bisa lagi aktif mengikuti beragam kegiatan, apalagi bila harus menempuh perjalanan jauh. Sehari sebelum Lebaran, Ono nyaris terjatuh. Ia kecapekan.

Karena sakit, Ono tak bisa memenuhi undangan dari Istana Negara untuk mengikuti upacara bendera peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia Ke-69 bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan ratusan veteran lainnya. Undangan sejenis juga diterima dari Wali Kota Batu Eddy Rumpoko.

Kegiatan terakhir di luar rumah yang dilakukan Ono adalah saat menghadiri dirgahayu Legiun Veteran Republik Indonesia ke-57 pada 2 Januari 2014.

Ono lahir di Furano, Hokkaido, 26 September 1919—berdasarkan kalender Jepang lahir 26 September 1918. Ono bergabung dengan tentara Indonesia sejak Desember 1945, hampir lima bulan setelah pasukan Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, 15 Agustus tahun yang sama. (Baca juga: Senjakala Samurai Tua)

Pada masa perang kemerdekaan 1945-1949, Ono menjadi anggota Pasukan Gerilja Istimewa (PGI), salah satu pasukan elite RI yang dibentuk pada Juli 1948 dan bermarkas di Wlingi, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. PGI dipimpin Tomogero Yoshizumi alias Bung Arif dan wakilnya, Tatsuo Ichiki alias Abdul Rachman.

Pada 1949, PGI hancur setelah lokasi markas diketahui musuh dan Abdul Rachman gugur. PGI kemudian disusun ulang menjadi Pasukan Untung Surapati 18 atau PUS 18 yang bermarkas di Pasuruan.

Menurut Nur Hadi, dosen sejarah Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang, Ono pernah menjadi anak buah Letnan Kolonel dr Soedjono saat bertugas di Brigade IV, satuan tempur di bawah Divisi I Brawijaya (sekarang Komando Daerah Militer V/Brawijaya). Brigade IV membawahi wilayah eks Karesidenan Malang.

Hadi bercerita, pernah pasukan Belanda dalam jumlah lebih besar dari pasukan Republik sengaja bertahan seminggu di Lawang, Kabupaten Malang, lantaran mereka takut memasuki Kota Malang yang waktu itu (Maret 1949) baru dibumihanguskan oleh para pejuang. Belanda takut menghadapi perlawanan habis-habisan dari Brigade IV, satu-satunya brigade di Jawa Timur yang memiliki persenjataan berat terlengkap warisan Jepang. Apalagi sebelumnya PGI berhasil menghancurkan markas Belanda di Dampit, Kabupaten malang. 

Ono dan para kombatan Jepang yang bergabung di Brigade IV ikut melatih para pejuang bertempur dan mengoperasikan senjata-senjata itu.

“Mohon maaf, bukan maksud saya melebih-lebihkan, kehadiran para kombatan Jepang, termasuk Pak Ono, di pasukan kita memang berkontribusi sangat besar terhadap profil dan kemampuan tempur para pejuang kita sehingga cara bertempurnya tidak lagi sporadis, tapi sudah terencana matang dan rapi. Boleh dibilang, pada masa itu Brigade IV jadi brigade paling modern sehingga Belanda takut memasuki Malang,” kata Hadi.

Bukti kepahlawanan Ono dalam perang kemerdekaan terbukti dari penghargaan Bintang Veteran dan Bintang Gerilya yang diberikan Presiden Soekarno pada 1958.

Berdasarkan catatan Yayasan Warga Persahabatan di Jakarta, dulu ada 903 prajurit Jepang yang ikut bergerilya bersama pejuang-pejuang Indonesia. sebanyak 531 orang (59 persen) tewas dan hilang, 324 orang (36 persen) menjadi warga negara Indonesia, dan sisa 45 orang (5 persen) lagi pulang ke negaranya.

Letnan Muda Umar Hartono alias Eiji Miyahara, ketua Yayasan Warga Persahabatan, meninggal pada 15 Oktober 2013 sehingga menyisakan Ono sebagai veteran ’45 asal Jepang terakhir. Jadi, praktis, setelah Ono meninggal, tiada lagi veteran ’45 asal Jepang yang tersisa. ABDI PURMONO

Share this :

Previous
Next Post »