Meriung di Gunung Baung

Minggu, Oktober 15, 2023

 

Pemandangan dari anjungan di Baung Canyon yang menghadap Gunung Baung, Pasuruan, Jawa Timur, Minggu, 1 Oktober 2023. Foto: ABDI PURMONO

DAUN-DAUN jati berguguran seturut angin menyapu rimbun pepohonan. Sapuan bayu pun menimbulkan gemerisik daun-daun bambu.

Di depan sebuah pondok kayu tampak sekelompok monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) sedang bersantai. Ada yang tidur-tiduran dan ada pula yang asyik mencari kutu. 

Agak jauh di seberang pondok terdengar suara kokok ayam hutan berkali-kali. Suaranya berasal dari arah kelindapan pohon-pohon di lereng Gunung Baung. Menjelang sore, sembilan ekor lutung jawa atau Trachypithecus auratus muncul dan nangkring di dahan-dahan pohon sambil memamah daun-daun muda. 

Sepintas, di musim kerontang nan panjang, susunan warna daun-daun hutan Gunung Baung mirip dengan kelir daun-daun di musim gugur (autum), yang didominasi warna kekuningan, kemerahan, dan kecokelatan. 

“Selama dua bulan aku garap pondok-pondok di sini, baru kali ini aku mendengar suara ayam hutan. Ini pertanda bagus bahwa lingkungan di sini masih asri dan lestari,” kata Andi Iskandar Zulkarnain alias Andi Gondrong kepada saya di Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Baung, Minggu, 15 Oktober 2023. 

Andi adalah Site Manager Baung Canyon, pelaku jasa wisata yang mendirikan bumi perkemahan atau camping ground di dalam kawasan TWA Gunung Baung. Andi bisa membuka jasa wisata alam di sana berdasarkan Izin Usaha Penyediaan Sarana Wisata Alam atau IUPSWA yang dimilikinya. 

Luas kawasan TWA Gunung Baung 195,5 hektare. Kawasan hutan Gunung Baung (501 meter di atas permukaan laut) ditetapkan sebagai taman wisata alam pada 11 September 1980—sebelumnya berstatus cagar alam sejak 6 Juni 1959. Kini, pengelolaan TWA Gunung Baung jadi wewenang dan tanggung jawab Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Jawa Timur, Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 

Secara administratif pemerintahan, TWA Gunung Baung terletak di Desa Cowek, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Pasuruan, Provinsi Jawa Timur. Lokasinya berbatasan langsung dengan wilayah Desa Kertosari, Kecamatan Purwosari, kabupaten yang sama.

Tonton juga: Ayo Kunjungi Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Baung 

Wahai Pembaca, patokan termudah menuju TWA Gunung Baung adalah Kebun Raya Purwodadi (KRP), balai konservasi tumbuhan yang bernaung dan bertanggung jawab kepada Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN, dulu Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia). Ya, lokasi TWA Gunung Baung persis di belakang kebun raya seluas 85 hektare itu. Lokasi KRP di tepi jalan raya Surabaya-Malang.   

Menurut Andi, usia Baung Canyon memang masih muda tapi sudah mulai dikenal luas melalui media sosial. Bermula dari pendirian Kedai Baung dua tahun silam, Andi mengembangkan usaha dengan bumi perkemahan pada pertengahan Agustus 2023. Kedai Baung dan bumi perkemahan Baung Canyon terpisah jarak 400-an meter. 

Peresmiannya ditandai dengan pelaksanaan acara jagongan membahas konservasi yang diadakan oleh Balai Besar KSDA Jawa Timur. Acara yang dihelat pada 12-13 Agustus ini ditujukan untuk menyemarakan peringatan Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) 10 Agustus. 

Acara tersebut dihadiri 57 orang peserta. Selain unsur Balai Besar KSDA Jawa Timur, turut hadir Kepala Balai Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) Novita Kusuma Wardani, perwakilan Dinas Kehutanan Jawa Timur dan Taman Hutan Raya (Tahura) Raden Soerjo; mahasiswa Kehutanan Institut Pertanian Malang, Yayasan Gimbal Alas Indonesia, siswa SMK Wali Songo Mojokerto, siswa Kehutanan SMK Negeri 4 Garut, dan sejumlah kader konservasi. 

Sebulan lebih kemudian, Baung Canyon menerima kunjungan 6 guru dan 24 murid sekolah dasar Sekolah Alam Mahira Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu, 19-21 September. Mayoritas siswa yang ikut adalah anak berkebutuhan khusus. 

Selama di Baung Canyon, mereka belajar memainkan karinding, salah satu alat musik tradisional Sunda, dengan instruktur Bejo Sandi. Lalu, murid-murid diajari membatik oleh perwakilan kelompok pemuda Desa Kertosari. Mereka juga dikenalkan dengan ecoprint, yaitu teknik cetak dan pewarnaan menggunakan bagian tumbuhan yang mengandung pigmen warna seperti daun, bunga, dan kulit batang. Materi pengenalan ecoprint disampaikan Joko Tebon. 

“Konsepnya, belajar sambil bermain. Metodenya disesuaikan dengan dunia anak-anak supaya mereka tidak cepat bosan. Gurunya juga ikut belajar bersama agar para murid makin bersemangat. Bersama Balai Besar KSDA Jawa Timur, kami ingin menjadikan Baung Canyon sebagai pusat edukasi konservasi,” kata Andi. 

Selain itu, Baung Canyon juga beberapa kali menerima kedatangan mahasiswa yang ingin melaksanakan praktek kerja lapangan, seperti mahasiswa Program Studi Kehutanan Intitut Pertanian Bogor dan Universitas Muhammadiyah Malang. 

Bagi siapa pun yang ingin ke Baung Canyon harus punya izin khusus. Izin tidak berlaku bagi orang-orang yang mengunjungi Kedai Baung kecuali cukup bayar tiket masuk Rp 5 ribu per orang, plus biaya parkir kendaraan. Selebihnya mereka bebas menikmati kuliner di kedai yang terletak di tepi jurang Baung itu. 

Andi mengatakan, sebenarnya ia dan koleganya pernah mendirikan Baung Camp di TWA Gunung Baung pada 2008. Baung Camp lumayan cepat berkembang karena saat itu masih sedikit lokasi tamasya berbasis konservasi. Namun, akhirnya Andi harus rela meninggalkan Baung Camp akibat ketidakcocokan dalam hal manajemen dengan koleganya yang seorang pengusaha. 

Berselang 15 tahun, Andi bersama rekannya mendapatkan hak berusaha mendirikan Baung Canyon di atas lahan 7 hektare yang memang merupakan blok pemanfaatan TWA Gunung Baung. Di Baung Canyon saat ini sudah ada sekitar 50 tapak tenda biasa dan 12 tenda berkelas very important person, serta sedang didirikan 5 unit tenda glamorous camping atau glamping model rumah suku Indian. Tersedia fasilitas kamar mandi 10 bilik, kantin, balai pertemuan, dan musala. 

“Kami membangun camping ground ini tanpa banyak mengubah kondisi aslinya. Kami hanya memanfaatkan sedikit dari sumber daya yang ada untuk ke depannya lokasi ini akan kami dijadikan sebagai pusat pendidikan konservasi alam. Harapan kami setiap 2 bulan diadakan diskusi bertema konservasi. Insyaallah, 28 Oktober nanti kami adakan jagongan konservasi dengan anak-anak muda untuk memperingati Hari Sumpah Pemuda,” ujar Andi. 

Air terjun Gunung Baung di dalam kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Baung, Pasuruan, Minggu, 1 Oktober 2023. Foto: ABDI PURMONO

Kepala Balai Besar KSDA Jawa Timur Nur Patria Kurniawan mengatakan, taman wisata alam mempunyai regulasi pembagian ruang dalam kawasan. Salah satunya adalah blok pemanfaatan. Dalam blok pemanfaatan ada blok privat dan blok publik. Nah, lokasi Baung Canyon masuk dalam blok privat dan pemegang IUPSWA alias pengembang wisata berhak dan sekaligus bertanggung jawab mengelolanya selama 55 tahun. 

“Siapa pun bisa mendapatkan IUPSWA selama dokumennya lengkap dan atau sanggup memenuhi semua persyaratan yang ditentukan,” kata Patria. 

Mantan Kepala Balai Taman Nasional Kutai (TNK) ini sangat ingin membangkitkan kembali kejayaan TWA Gunung Baung sebagai pusat pendidikan konservasi seperti era berdirinya Baung Camp. 

Gunung, air terjun, dan hutan tropis dataran rendah adalah inti TWA Gunung Baung. Hutan TWA Gunung Baung mempunyai vegetasi unik, yaitu hutan bambu. Secara keseluruhan, Indonesia punya 159 jenis bambu, 53 jenis di antaranya berada di Pulau Jawa. 

Di TWA Gunung Baung terdapat 6 jenis bambu, yaitu gesing (Bambusa arundinacea), bambu ori (Bambusa blumeana), bambu ampel (Bambusa vulgaris), bambu petung (Dendrocalamus asper), bambu wuluh (Schizostachyum blumei) dan bambu buluh (Schizostachyum zollingeri). 

Selain jati dan bambu, kawasan TWA Gunung Baung ditumbuhi beringin (Ficus benyamina), walikukun (Schoutenia ovata), saga (Abrus precatorius), kepuh (Sterculia foetida), bendo (Artocarpus elastica), gondang (Ficus variegata), luwing (Ficus hispida), klampok (Syzigium javanicum), dan cembirit (Ervatamia divaricata). 

Selain lutung, monyet ekor panjang, dan ayam hutan, potensi fauna dalam kawasan TWA Gunung Baung antara lain kijang (Muntiacus muntjak), babi hutan (Sus sp), kucing hutan (Felis bengalensis), macan tutul (Panthera pardus), ular piton (Python molurus), kelalawar besar/kalong (Pteropus vampyrus), landak (Hystrix brachyura), trenggiling (Manis javanica), plus 19 famili burung (aves). 

Air terjun jadi daya tarik terkuat. Air terjun Gunung Baung merupakan hasil pertemuan dua aliran sungai, yakni Sungai Welang dan Sungai Beji, yang meluncur ke bawah dari ketinggian sekitar 100 meter. Airnya mengalir deras, terlebih di musim hujan, sehingga berpotensi dikembangkan untuk kegiatan olah arung jeram atau rafting. 

Namun, lokasi air terjun Gunung Baung ditutup sementara karena proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga minihidro atau PLTM. Ide proyek ini muncul 2017 dan sempat tertunda hingga dilanjutkan lagi pembangunannya sejak 2021. Kini, proyek PLTMH Gunung Baung dalam proses penyelesaian akhir, makanya untuk sementara para pengunjung dilarang turun ke lokasi air terjun. 

Pengunjung di Kedai Baung. Foto: ABDI PURMONO 

Untungnya, apabila sudah dibuka, nanti para pengunjung tidak lagi harus bersusah payah menguras energi melalui jalur trekking yang cukup berat saat menuju lokasi air terjun lantaran akses jalan dari pintu masuk TWA Gunung Baung kini sudah berupa jalan beton. ABDI PURMONO

Share this :

Previous
Next Post »