Warga Libya di Malang Menyalahgunakan Izin Tinggal untuk Cari Suaka

Selasa, Agustus 02, 2016
Peresmian Sekretariat Tim Pengawasan Orang Asing di Kantor Imigrasi Malang
Selasa sore, 28 Juni 2016
Foto: ABDI PURMONO

MALANG — Sebanyak tujuh warga negara Libya tercatat sebagai pencari suaka di kantor perwakilan Komisi Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Urusan Pengungsi alias United Nations High Commissioner for Refugess (UNHCR) di Jakarta.

Mereka satu keluarga yang terdiri dari dua pria dewasa berinisial HNB, 39 tahun, dan OMAG, 33 tahun; satu perempuan dewasa berinisial TME, 28 tahun; dua bocah perempuan berusia yang berinisial sama AssOMG, 8 tahun, dan AbrOMG, 2 tahun, serta dua bocah laki-laki yang berinisial MOMG, 6 tahun, dan AfnOMG, 4 tahun.

Ketujuh warga Libya itu sudah mengantongi Serfitikat Pencari Suaka UNHCR atau UNHCR Asylum Seeker Cerfiticate yang dikeluarkan kantor perwakilan UNHCR di Jakarta pada 18 Mei 2016. Kartu pencari suaka ini harus diperbarui pada 18 November tahun yang sama.

Kepala Seksi Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Kantor Imigrasi Kelas I Malang Baskoro Dwi Prabowo mengatakan, ketahuannya warga Libya itu menjadi pencari suaka di UNHCR bermula saat HNB dan OMAG mendatangi Kantor Imigrasi Malang di Jalan Raden Panji Suroso pada Selasa pagi, 31 Mei 2016. Mereka bermaksud menyatakan diri sebagai pencari suaka. Kagetlah Baskoro dan kawan-kawan.

“Karena dalam pemeriksaan awal terhadap mereka diketahui bahwa mereka mendapat izin tinggal sebagai mahasiswa asing di Kota Malang,” kata Baskoro kepada saya, Senin siang, 1 Agustus 2016.

Menurut Baskoro, HNB berstatus sebagai mahasiswa program pascasarjana di sebuah perguruan tinggi negeri yang terletak di Jalan Veteran, Kelurahan Sumbersari, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang. HNB pemegang izin tinggal kunjungan (ITK) yang habis pada 8 Juni lalu dan kemudian diperpanjang—perpanjangan ITK dilakukan setiap 30 hari sekali.

Sedangkan OMAG menempuh studi di pascasarjana sebuah perguruan tinggi negeri di Kelurahan Dinoyo, Kecamatan Lowokwaru, kota yang sama. OMAG pemegang kartu izin tinggal terbatas (Kitas) yang berlaku hingga 4 Oktober 2016.

Baskoro memastikan, perpanjangan izin tinggal bagi HNB bukan masalah. Masalahnya, HNB dan enam warga Libya lainnya sudah punya izin tinggal. Mereka diduga telah menyalahgunakan izin tinggal sebagai ditentukan dalam Pasal 122 huruf a Undang-Undang Nomor  6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian: setiap orang asing yang dengan sengaja menyalahgunakan atau melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pemberian izin tinggal yang diberikan kepadanya dipidana penjara paling lama lima tahun dan dipidana denda paling banyak Rp 500 juta.

Mewakili keluarganya, perbuatan HNB dan OMAG diduga bertujuan untuk menguntungkan diri sendiri, yaitu dengan tidak perlu mempunyai izin tinggal yang sah dan masih berlaku, namun tetap dapat mengikuti proses perkuliahan dengan menggunakan sertifikat dari UNHCR.

“Setelah tinggal di sini sebagai mahasiswa dan punya Kitas, mereka minta sertifikat pencari suaka di UNHCR dan setelah itu mereka inginnya enggak usah perpanjang izin tinggal tapi tetap bisa berkegiatan biasa dengan bekal sertifikat UNHCR itu,” ujar Baskoro.

Baskoro memastikan perbuatan HNB dan OMAG sebagai modus baru yang bisa dilakukan warga negara asing yang sudah tinggal di Indonesia sehingga pengawasan terhadap keberadaan warga negara asing diperketat melalui Tim Pengawasan Orang Asing (Pora). Secara nasional, sekretariat Tim Pora pertama kali dibentuk pada Jumat, 8 April 2016, dan untuk sekretariat Tim Pora di Kantor Imigrasi Malang diresmikan pada Selasa, 28 Juni lalu.

Namun, kendati diduga telah menyalahgunakan izin tinggal, Kantor Imigrasi Malang tidak bisa langsung mengenakan tindakan administratif keimigrasian apa pun, apalagi sampai ke tindakan projustitia, terhadap mereka. Hal ini dikarenakan mereka sudah berstatus sebagai pencari suaka di UNHCR.

Dalam Pasal 75 ayat 2 UU Keimigrasian disebutkan tindakan administratif keimigrasian dapat berupa pencantuman dalam daftar pencegahan atau penangkalan; pembatasan, perubahan, atau pembatalan izin tinggal; larangan untuk berada di satu atau beberapa tempat tertentu di wilayah Indonesia; keharusan untuk bertempat tinggal di suatu tempat tertentu di wilayah Indonesia; pengenaan biaya beban, dan atau deportasi.

Ketidakmampuan itu pun mengacu pada fakta bahwa Indonesia belum menjadi Negara Pihak Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi atau Protokol 1967 dan Indonesia tidak memiliki kerangka hukum dan sistem penentuan status pengungsi sehingga UNHCR menjadi badan yang memproses permintaan status pengungsi di Indonesia.

“Mereka bisa menggunakan sertifikat UNHCR untuk berlindung dan kami bisa saja dianggap melanggar hak asasi manusia mereka meski sebenarnya sangat patut diduga mereka yang bersalah,” kata Kepala Divisi Keimigrasian Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Jawa Timur Lucky Agung Binarto.

Sebagai pencari suaka, mereka menjadi perhatian UNHCR dan secara khusus mendapatkan perlindungan dari ancaman pendeportasian paksa ke negara asal sambil menunggu keputusan akhir mengenai status kepengungsiannya. ABDI PURMONO

Share this :

Previous
Next Post »