Perintis Gazebo dari Pandaan

Minggu, November 23, 2008
KORAN TEMPO, Sabtu, 27 September 2008 


Afin Usman
Foto-foto: ABDI PURMONO


Sampai setengah tahun pertama, produk yang laku cuma satu unit.

BISNIS gazebo dan rumah kayu bisa jadi terminal terakhir Afin Usman. Hidup lelaki 56 tahun ini sungguh berwarna. Menekuni jasa konstruksi pada 1976 mulai sebagai orang gajian hingga jadi pemilik usaha, dia mengakhirinya pada 2002. Afin beralih profesi menjadi pedagang tanaman hias dan kebun bibit di Pandaan, Pasuruan, Jawa Timur. Tapi jadi pedagang cuma bertahan tiga tahun.


Hati lelaki kelahiran Jombang, 15 Maret 1952, ini tertambat pada gazebo setelah rumah kayu yang ia bikin rampung pada 2005. Rumah artistik di Rungkut, Surabaya, itu seperti pertanda ada peluang bisnis di sini. "Tapi niat bisnis gazebo dan rumah kayu mulai muncul pada 2002," kata bapak tiga anak ini.

Bagi Afin, gazebo dan rumah kayu merupakan kreasi yang bisa menampung minatnya terhadap seni sekaligus pengalamannya di dunia konstruksi. Hatinya makin mantap menekuni bisnis ini setelah tahu belum ada pengusaha bidang ini di Jawa Timur. "Setahu saya, saya yang pertama di Jawa Timur," kata mantan mahasiswa Jurusan Arsitektur Universitas Merdeka, Malang, ini.

Afin menabalkan nama Tegalalang untuk nama usaha pembuatan gazebo dan rumah kayu miliknya. Nama Tegalalang ia pungut dari nama Desa Tegalalang di Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali. Desa di bagian utara Ubud ini merupakan sentra kerajinan rumah tangga utama di Bali. Di Bali, gazebo disebut bale bengong dan jadi gerogak di lidah orang Lombok.

Saat mengawali usaha, Afin menempati tanah bengkok seluas seribu meter persegi milik Desa Karangjati, Kecamatan Pandaan, Pasuruan. Tanah yang dia sewa Rp 15 juta per tahun itu dulu tempat dia berdagang tanaman hias dan kebun bibit. Pesanan pertama dia dapat setelah enam bulan membuka warung. Satu gazebo laku Rp 7 juta.

Menurut Afin, meski seret pada paruh pertama, pesanan mulai lancar sejak gazebo perdana dipesan konsumen. Sepanjang 2005, ada 30 pesanan dengan nilai Rp 300 juta yang masuk. Modal awal Rp 200 juta pun bisa kembali saat itu juga plus tambahan Rp 100 juta. "Omzet segitu masih kecil, tapi saya tetap bersyukur produk saya mulai laku," katanya.

Lelaki yang sadar pentingnya informasi ini memanfaatkan Internet dan iklan kecil untuk mengenalkan produk. Jaringan pertemanan lama di kalangan kontraktor ia bangun kembali. Para pelintas jalan pun ia pantau agar mau mampir ke showroom dan bengkel gazebonya. "Dari mereka, produk saya dikenal dari mulut ke mulut," katanya.

Gazebo van Tegalalang ini punya corak khas: bergaya Bali dan Lombok. Sembilan puluh persen gazebo Tegalalang terbuat dari batang kelapa yang didatangkan dari Palu, Sulawesi Tengah. Bahan baku inilah yang membedakan dengan gazebo buatan tetangganya, yang muncul belakangan.

Menurut Afin, kelebihan batang kelapa dari Palu ada pada kulit luar yang tak cacat. Berdasarkan pengakuan pemasok kayu, kelapa ini baru ditebang ketika usianya sudah 50 tahun. Sedangkan di Jawa, kelapa ditebang pada usia 20 tahun. Tak aneh jika kelapa dari Palu ini lebih padat dan keras. Teksturnya lebih tegas menggurat berwarna kecokelatan mengkilat seperti dipernis.

Selain itu, bahan untuk atap yang dipakai Tegalalang bervariasi. Sebagian memakai genting mahkota Bali, yang dipasang di pucuk atap (dore). Ada pula atap dari alang-alang dan kayu. Seluruh bahan untuk atap didatangkan dari Bali atau Lombok. "Genting harus dari Bali karena style produk kami memang Bali dan Lombok," katanya.

Dengan keunggulan yang ia punya, Afin tak risau dengan pesaing produk sejenis yang datang belakangan. Apalagi 25 orang karyawan Afin merupakan tenaga cakap yang didatangkan langsung dari Bali. "Mereka sudah ahli," katanya. Saat ini ada tiga pengusaha gazebo di sekitar Tegalalang dan satu lagi di Krian, Mojokerto.



Tegalalang mempromosikan produknya dalam bahasa seperti ini: "Dari kayu Sulawesi yang berumur setengah abad lebih, dan bentuk rumah tradisional pedesaan yang asri. Kami hadirkan rumah kayu dengan sistem knock-down sebagai hunian yang tahan gempa, unik, indah, dan alami."

Satu unit rumah kayu dibanderol Rp 400-500 juta. Sedangkan harga gazebo termurah Rp 10 juta untuk ukuran 1,6 x 1,6 meter atau Rp 12,5 juta untuk ukuran 2 x 2 meter. Gazebo ukuran 3 x 3 meter dihargai Rp 18,5 juta. Harga ini sudah termasuk ongkos kirim dan pemasangan di tempat pemesan. "Asalkan masih dalam radius 200 kilometer," katanya. Lebih dari itu, ada ongkos ekstra.

Beberapa tokoh ternama, seperti mantan Gubernur Jakarta Sutiyoso, bekas Kepala Staf Umum Letnan Jenderal Jamari Chaniago, dan Perdana Menteri Timor Leste Xanana Gusmao pernah memesan gazebo dan rumah kayu buatan Tegalalang. Afin berencana membuka cabang di Ciawi, Bogor, setelah Lebaran.

Usaha yang dimulai dengan modal Rp 200 juta ini kini berkembang biak. Pada tahun kedua saja sudah menghasilkan Rp 1 miliar dan setahun kemudian menjadi Rp 2 miliar. Tahun ini ditargetkan mencapai Rp 2,5 miliar. "Alhamdulillah, omzet saya dari awal usaha sampai sekarang lebih dari Rp 6 miliar," katanya. ABDI PURMONO


Tautan:

http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2008/09/27/Suplemen/krn.20080927.143600.id.html

https://m.tempo.co/read/news/2008/09/27/089137785/perintis-gazebo-dari-pandaan

Share this :

Previous
Next Post »