Serpico dan Sambo

Jumat, Agustus 19, 2022

  

Polisi macam apa aku ini jika hal tersebut (kasus korupsi) aku biarkan saja? 

KASUS kejahatan yang melibatkan bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Kadiv Propam Mabes Polri) Inspektur Jenderal Polisi Ferdy Sambo mengingatkan saya pada novel berjudul Serpico.

Itu novel lawas banget. Saya sempat membacanya semasa remaja SMP. Seingat saya, novel Serpico yang saya baca bersampul wajah pria berewokan dengan kacamata nangkring di kepala. Warna sampul didominasi warna kuning dan hitam, serta cuma ada tulisan tebal “Serpico” seperti yang saya jadikan sampul tulisan receh ini.  

Seingat saya, novel karya Peter Maas itu diterbitkan dalam bahasa Indonesia oleh PT Gramedia pada 1978. Sungguh sebuah bacaan berat bagi saya.  Saya tidak membaca novel setebal 438 halaman itu karena guli/kelereng, mengejar layang-layang, dan main egrang lebih menggoda. Apalagi kapasitas otak saya pas banderol.

Tapi saya ingat betul inti ceritanya: Francesco Vincent Serpico alias Frank Serpico (kelahiran 14 April 1936) seorang polisi jujur, pemberani, dan patuh aturan harus berhadapan dengan kelompok polisi korup yang notabene atasan dan kawan-kawannya sendiri di Departemen Polisi Kota New York (NYPD).

Serpico sangat dibenci kelompok polisi korup hingga Serpico nyaris mati ditembak pembunuh bayaran yang disewa geng polisi korup. Serpico akhirnya memilih pensiun dini dari NYPD.

Kutipan dari Serpico yang menggugah dan layak dikenang: “Polisi macam apa aku ini jika hal tersebut (kasus korupsi) aku biarkan saja?” 

Serpico juga mengatakan, “Aku belajar banyak dari pengalaman hidup kakek dan pamanku. Dulu kakekku juga seorang penegak hukum. Ia mati terhormat setelah berusaha menggagalkan sebuah perampokan. Dan dari pamanku, aku belajar menjadi seorang polisi yang baik dan berani menegakkan keadilan.”

Poster film Serpico (1973)

Saat itu saya tak tahu novel tersebut diadaptasi dari kisah nyata. Saya juga tak tahu novelnya sudah difilmkan dengan judul Serpico (1973). Disutradarai Sidney Lumet (25 Juni 1924-9 April 2011), karakter Frank Serpico dalam film ini diperankan Al Pacino, salah satu aktor kondang.

Harap maklum, saya tumbuh remaja di era mesin ketik dan tumbuh dewasa di masa transisi dari era mesin ketik ke era masuknya internet di Indonesia, awal dekade 1990-an.

Saya baru bisa menonton film Serpico saat jadi mahasiswa. Sebuah televisi swasta pernah menyiarkan film berdurasi 2 jam 10 menit itu. Sekarang, di era nyaris serba-digital, gampang sekali menonton film apa pun: bisa nonton film sepuas-puasnya dan sebebas-bebasnya asalkan tahu caranya, baik yang gratisan maupun berbayar. 

Tentu banyak film bertema korupsi seperti film Serpico, tapi mayoritas film fiksi. 

Nah, selain Serpico, ada empat film bagus bertema korupsi yang diangkat dari kisah nyata dan layak ditonton. Pertama, film Prince of the City (1981) yang juga disutradarai Sidney Lumet. Ini semacam kelanjutan film Serpico, dengan tokoh utama detektif Leuci. Dia ditugasi polisi antikorupsi Frank Serpico dan David Durk untuk mengumpulkan bukti-bukti korupsi anggota NYPD. 

Terus, kedua, film The Untochables (1987). Pokok ceritanya seputar aksi agen Biro Investigasi Federal (FBI) bernama Eliot Ness (19 April 1903-16 Mei 1957). Ia ingin membongkar kerajaan mafia Al Capone. Film berdurasi 1 jam 59 menit ini disutradarai Brian de Palma dan diperankan aktor-aktor ternama, seperti Kevin Costner dan Robert de Niro yang masing-masing berperan sebagai Eliot Ness dan Al Capone.

Ketiga, film American Gangster (2007). Disutradarai Ridley Scoot, film ini bercerita tentang seorang mafia narkoba bernama Frank Lucas (9 September 1930-30 Mei 2019) yang semula berprofesi sebagai supir. Karakter Lucas diperankan aktor top Denzel Washington. 

Lucas sosok pendiam dan sederhana, namun telah banyak mempelajari  dunia narkoba hingga mampu membangun kartel. Namun, bisnis narkoba Lucas mulai terbongkar oleh detektif Richie Robert (Russell Crowe). Richie seorang polisi yang punya banyak masalah dan akhirnya berhadapan dengan polisi-polisi korup. 

Satu film lagi yang layak ditonton adalah Rampart (2012). Film ini diadaptasi dari kisah nyata “Skandal Rampart”, sebuah divisi polisi yang bertugas membasmi para mafia di bawah perintah Los Angeles Police Department (LAPD). 

Film Rampart bercerita tentang seorang veteran militer yang menjadi polisi bernama Dave Brown (Woody Harrelson). Sebagai penegak hukum, Dave bukanlah polisi teladan lantaran ia banyak menyalahi aturan kepolisian. 

Di Amerika Serikat bebas saja memproduksi film-film bertema korupsi baik film yang diangkat dari kisah nyata maupun fiksi: bandit dan jagoannya bukan cuma polisi, tapi juga bisa bersosok tentara, politikus, menteri dan presiden. 

Jadi, ketika kasus Ferdy Sambo mencuat, saya sempat berpikir dan agak mengkhayal: mungkin kelak suatu saat kisah Ferdy Sambo ini akan digarap novelis asing dan difilmkan oleh Hollywood. 

Saya pesimistis sineas Indonesia mengangkatnya ke layar sinema. Bukan mereka tidak berani, tapi iklim politik dan regulasi perfilman di Indonesia tidak begitu mendukung untuk produksi film-film berkisah sangat sensitif. 

Yang jelas, sosok Ferdy Sambo sangat kontras dengan profil Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Polisi Hoegeng Imam Santoso (14 Oktober 1921-14 Juli 2004). Beliau menjadi Kapolri kelima dengan masa jabatan dimulai 27 Maret 1968 hingga 25 Juli 1970. 

Jenderal Hoegeng dikenal sebagai jenderal jujur dan pemberani. Kroninya Presiden Soeharto saja disikat. Jenderal Hoegeng akhirnya memang dimusuhi Soeharto, terlebih setelah Hoegeng bergabung dengan kelompok Petisi 50 yang sangat kritis terhadap rezim Soeharto.

Ayo, Polri, bangkitlah! Tetap tegar dan kuat! 

Share this :

Previous
Next Post »