Kesaksian Jurnalis Muda tentang Bangsa Somalia

Selasa, Desember 19, 2017
Sumber: Amazon.com

Bangsa Somalia adalah bangsa penyair. Mereka menggunakan puisi untuk menyelesaikan perselisihan.

JAY BAHADUR seorang pemuda Kanada yang baru menamatkan studi sekolah menengah atas dan sangat berambisi menjadi seorang jurnalis yang hebat. Maka, ia pun ingin berstudi jurnalistik di Universitas Harvard untuk mendapatkan gelar jurnalis.

Namun, perkenalan dengan Seymour Tolbin, pensiunan The Daily Mail, membuat Jay membatalkan kuliah. “Kau ingin menjadi wartawan yang hebat? Kau harus pergi ke suatu tempat yang gila. Persetan Harvard,” kata Seymour.

Ucapan jurnalis idolanya itu begitu sugestif. Singkat cerita, pemuda kelahiran 1984 itu berangkat ke Somalia, salah satu negara paling berbahaya di dunia. Pada masa itu (2007-2009) tak ada seorang pun jurnalis asing berada di Somalia. Para bajak laut begitu berkuasa. Kekuasaan mereka nyaris melebihi kekuasaan Presiden Somalia. 

Orang Somalia menyebut para bajak laut sebagai badaadinta badah alias penjaga laut. Mereka layaknya Robin Hood yang merampok kapal-kapal asing yang dianggap telah mencuri kekayaan laut Somalia atau bertindak kurang ajar dengan seenaknya memasuki perairan Somalia. 

Jay enam bulan di Somalia. Selama di sana dia menawarkan laporannya ke beberapa media dan penerbit. Tawaran Jay ditolak. Jay hampir berputus asa. Tapi Abdi, sahabat sekaligus penerjemahnya, tetap sabar dan selalu memberi semangat supaya Jay tetap membukakan pengalaman hidup dan mengabarkan hasil reportasenya selama di Somalia agar dunia tahu bahwa Somalia bukanlah negara perompak dan teroris. 

Alhasil, Jay menjadi jurnalis terkenal di Kanada. Karya Jay membuka mata Dunia Barat dan Amerika Serikat mengenai apa yang sebenarnya terjadi di Somalia. Bahkan, berkat karya Jay pula, pada 2013 pemerintah Amerika Serikat membangun kembali hubungan kenegaraan untuk pertama kalinya dengan pemerintah pusat Somalia setelah 20 tahun putus hubungan diplomatik.

Kisah nyata Jay Bahadur difilmkan dengan judul The Pirates of Somalia. Film ini diadaptasi dari buku karya Jay yang berjudul The Pirates of Somalia: Inside Their Hidden Word (2012).

Enggak ada salahnya kawan sekalian menonton film tersebut. Setidaknya, dengan menonton film itu, kita tahu bahwa sejatinya bangsa Somalia adalah bangsa penyair. Selama sejarah mereka, para penyair Somalia diharuskan membela kehormatan klan. Mereka menggunakan puisi untuk menyelesaikan perselisihan.

Kondisi Somalia berubah total pada abad ke-20. Inggris dan Italia menjajah Somalia. Penjajahan ini mewariskan perang sipil yang mengakibatkan jutaan orang Somalia menjadi pengungsi di negara tetangga. Mereka yang bertahan mengalami kekeringan, kebanjiran, dan kelaparan. 

Film The Pirates of Somalia ditutup dengan pernyataan Jay di depan komite pertahanan Badan Intelijen Amerika Serikat (CIA), 18 Maret 2012: 
"Yang mereka butuhkan adalah pengakuan oleh kalian semua, (memandang Somalia) sebagai kebudayaan yang sangat rumit, tapi juga terhormat."
"Yang kupinta adalah kalian mulai melihat Somalia dengan cara berbeda. Bukan begitu banyaknya mereka melawan kita, tapi lebih melihat Somalia seperti saat kita muda..." ABDI PURMONO


Share this :

Previous
Next Post »
4 Komentar
avatar

Saya sudah nonton Filmnya Pak. Kerennya pakai banget. Film ini meyakinkan saya untuk mengakui kekuatan sebuah tulisan (laporan jurnalistik) dalam memengaruhi berbagai kebijakan dan pandangan publik.

Balas
avatar

Terima kasih @Mirza Bareza. Kalau enggak keren, tidaklah berani saya promosikan. Kalau pun enggak dianggap keren oleh penonton lainnya, ya bebas saja orang menilainya begitu.

Balas
avatar

Saya baru nonton film ini. Bagus sekali sebagus Captain Philips. Kira2 buku Jay Bahadur ini sudah ada terjemahannya dalam bahasa Indonesia?

Balas
avatar

@sugihartono ahmad: terima kasih untuk komentarnya. Mohon maaf baru balas. Soal buku itu, sejauh yang saya tahu belum ada buku terjemahannya dalam bahasa Indonesia.

Balas