Sungguh Enak Jadi Samadikun

Jumat, April 22, 2016
Samadikun Hartono (berkaus) tiba di Bandar Udara Internasional Halim Perdanakusuma, Jakarta, 21 April 2016.
Foto: TEMPO/Imam Sukamto

TERSEBUTLAH seorang konglomerat bernama Samadikun Hartono yang bangkrut dan lalu mendapat dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia sebesar hampir Rp 3 triliun untuk Bank Modern miliknya.

BLBI merupakan skema pinjaman yang dikucurkan Bank Indonesia bagi bank-bank yang mengalami likuiditas keuangan saat krisis moneter menerjang Indonesia sepanjang 1998. Skema pengucuran BLBI dilakukan berdasarkan perjanjian antara Indonesia dengan Dana Moneter Internasional atau IMF untuk mengatasi krisis. Selaku bank sentral, Bank Indonesia menyalurkan bantuan likuiditas sekitar Rp 144,5 triliun kepada 48 bank pada Desember 1998.

Bank Modern menerima dana talangan dari Bank Indonesia sekitar Rp 2,557 triliun. Namun, selaku Presiden Komisaris Bank Modern, Samadikun menyalahgunakan dana BLBI sebesar Rp 80,74 miliar dan negara dirugikan Rp 169,5 miliar. Grup Bank Modern diduga masih berutang Rp 3,8 triliun karena seluruh asetnya tidak cukup untuk melunasi tunggakan.

Tapi itulah enaknya jadi konglomerat. Bukannya memaksa Samadikun untuk melunasi utannya, pemerintah malah menerbitkan surat keterangan lunas pada Maret 2004.

Belakangan, berdasarkan hasil audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dana sebesar Rp 138,4 triliun dari total Rp 144,5 triliun yang diberikan kepada 48 bank dinyatakan merugikan negara. Sedangkan Bank Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menemukan sedikitnya Rp 54,5 triliun diselewengkan oleh 42 bank. Sebanyak Rp 53,4 triliun dari Rp 54,5 triliun tadi diindikasikan dikorupsi dan melanggar peraturan pidana perbankan.

Eh, ketahuan, Samadikun malah duluan kabur pada 2003 sebelum pemerintahan Bu Megawati berbaik hati melunasi utang-utang Samadikun dan konglomerat lainnya. Samadikun menjadi buron saat hendak dieksekusi untuk menjalani hukuman penjara selama empat tahun setelah menilap uang negara sekitar Rp 169,5 miliar.

Dan 13 tahun kemudian Samadikun ditangkap aparat Cina saat hendak menonton balap F1 di Shanghai. Ini balapan jet darat paling bergengsi sejagat dan masih jadi impianku dan mayoritas rakyat Indonesia.

Hebatnya, Samadikun di Bandar Udara Internasional Halim Perdanakusuma, Jakarta, pada Jumat, 21 April 2016, disambut layaknya tamu kehormatan sekelas very-very important person alias VVIP. Samadikun tidak diborgol. Disertai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso dari Cina, ketibaan Samadikun disambut Jaksa Agung M. Prasetyo.

Duh, Jaksa Agung tidak sepatutnya menjemput seorang kriminal. Ia cukup perintahkan anak buahnya saja untuk menjemput dan memborgol Samadikun. Seharusnya, demi keadilan, perlakukan saja Samadikun layaknya terpidana yang kabur dari penjara. Ia enak-enakan di tempat pelarian, buktinya Samadikun ditangkap saat hendak nonton F1.

Hukuman Samadikun layak ditambah dan diperberat, dan mungkin perlu ditambahi hukuman seumur hidup dan atau hukuman mati.

Wahai Presiden dan aparat penegak hukum, jangan mengistimewakan para pengemplang BLBI. Sudah banyak energi dan duit negara kita habis untuk menangkap Samadikun dan pengemplang BLBI lainnya. Tolong ya, Samadikun ditahan saja di Pulau Nusakambangan. ABDI PURMONO 

Share this :

Previous
Next Post »