Anggrek Endemik Gunung Semeru Terancam Punah

Rabu, Juni 12, 2013
Anggrek selop (Paphiopedilum glaucophyllum), Kamis, 28 April 2008.
Foto: ABDI PURMONO

ANGGREK selop yang menjadi anggrek endemik Jawa Timur yang tumbuh dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) terancam punah akibat perburuan. Anggrek ini menjadi maskot Kebun Raya Purwodadi di Kabupaten Pasuruan.

“Sekarang (anggrek selop) makin langka ditemukan karena perburuan anggrek oleh orang-orang tak bertanggung jawab. Illegal logging (pencurian kayu) juga merusak habitat anggrek,” kata Toni Artaka, petugas Pengendali Ekosistem Hutan Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III Senduro TNBTS, kepada saya, Rabu, 12 Juni 2013.

Menurut Toni, anggrek bernama ilmiah Paphiopedillum glaucophyllum itu dikenal juga dengan nama anggrek kantong atau anggrek kasut berbulu. Anggrek selop mirip dengan anggrek varietas mouquetianum yang merupakan anggrek endemik di Jawa Barat.

Penyebaran anggrek selop terbanyak di sisi selatan Gunung Semeru. Anggrek selop kini hanya bisa dijumpai di tebing-tebing tinggi yang sulit dijangkau para pemburu anggrek. Anggrek selop diburu karena bentuknya yang unik, menyerupai kantong semar atau alas kaki wanita, serta gampang diambil para pemburu karena tumbuh di permukaan tanah.

Kini anggrek selop menjadi anggrek yang dilindungi dari ancaman kepunahan. Toni menyebut, anggrek selop masuk dalam daftar Apendiks 1 Konvensi Perdagangan Internasional untuk Tumbuhan dan Satwa Liar (Convention on International Trade in Endangered Species/CITES) sehingga tidak boleh diperdagangkan dalam bentuk apa pun.

Anggrek selop pun masuk dalam daftar 29 anggrek yang dilindungi oleh Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tanggal 27 Januari 2009. Dalam daftar ini anggrek selop disebut dengan nama anggrek kasut berbulu. Kebun Raya Bogor pun memasukkan anggrek selop sebagai anggrek yang diprioritaskan untuk dikonservasi.

Berdasarkan hasil inventarisasi Balai Besar TNBTS diketahui ada 200 jenis famili anggrek (Orchidaceae); 40 jenis di antaranya tergolong anggrek langka, tiga jenis anggrek langka endemik Jawa, serta 15 jenis endemik Jawa Timur, tiga jenis di antaranya anggrek khas Semeru selatan—khususnya di wilayah kecamatan Pronojiwo. 

Mayoritas anggrek dalam kawasan TNBTS tumbuh di “taman anggrek” dekat Pos Kalimati, pos kedelapan dari sepuluh rute pendakian ke Mahameru alias puncak Gunung Semeru. Berada di ketinggian 2.800 meter dari permukaan laut, dataran Kalimati menjadi tempat berkemah favorit bagi para pendaki setelah Pos Ranu Kumbolo.

Namun, untungnya, frekuensi pencurian flora dalam TNBTS sudah jauh berkurang. Menurut Yohannes Cahyo, Kepala Resor Ranupani Balai Besar TNBTS, kasus pencurian terakhir tercatat terjadi pada Agustus 2011. Petugas TNBTS menangkap sejumlah pencuri kayu, pencuri tanaman obat, dan pembuat arang berbahan baku cemara gunung.

Pencurian terjadi lebih dikarenakan sedikitnya jumlah personel polisi hutan atau jagawana (ranger). Hanya ada sekitar 45 orang jagawana yang menjaga taman nasional seluas 50.276 hektare dan tersebar di dalam wilayah empat kabupaten: Lumajang, Malang, Pasuruan, dan Probolinggo.

Destario Metusala alias Rio, peneliti anggrek di Kebun Raya Purwodadi, juga mengatakan keberadaan anggrek selop di alam semakin langka akibat pencurian. Anggrek selop menjadi maskot kebun raya yang bernaung di bawah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bidang Ilmu Pengetahuan Alam itu.

Menurut Rio, untuk melestarikan anggrek selop Kebun Raya Purwodadi melakukan budidaya perbanyakan secara alami tanpa rekayasa genetika sebagai sumber plasma nutfah. Kebun Raya Purwodadi mempunyai koleksi anggrek koleksi anggrek alam sebanyak 512 jenis, sepuluh jenis di antaranya endemik Jawa Timur. ABDI PURMONO


Share this :

Previous
Next Post »