Mendongkrak Populasi 25 Spesies Satwa Liar

Kamis, Februari 12, 2015

Pusat Perawatan Gajah TSI Prigen, Minggu, 8 Februari 2015. (Foto: ABDI PURMONO)

KERUSAKAN habitat, perburuan liar, dan tindakan destruktif manusia yang lain, seperti pembukaan lahan dan pencemaran alam, membuat 25 spesies satwa liar dinyatakan dalam kondisi kritis dan harus ditingkatkan populasinya mulai tahun ini.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan satwa liar itu terancam punah apabila tidak segera mendapat perlindungan dan dikelola secara intensif dan berkelanjutan. 

Melalui Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH) Kementerian Kehutanan menargetkan peningkatan populasi 25 spesies satwa langka itu hingga 10 persen dalam lima tahun mendatang. Untuk mencapainya, pemerintah tidak hanya berfokus pada penangkaran dan pelepasliaran satwa. Target penambahan populasi juga disesuaikan dengan kondisi biologis dan ketersediaan habitat.

"Kami akan menggiatkan konservasi satwa liar di luar habitat
(ex-situ) dengan memindahkan sebagian populasi dari suatu habitat yang terancam ke lokasi baru yang lebih aman," kata Direktur KKH Bambang Dahono Aji.

Bambang menyampaikan hal itu dalam acara Orientasi Wartawan Konservasi Forum Konservasi Satwaliar Indonesia (Owa-K Foksi) di Taman Safari Indonesia 2 atau TSI Prigen, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, yang berlangsung pada 6-8 Februari 2015.

Spesies langka yang menjadi target kali ini berasal dari pelbagai kawasan di Tanah Air, antara lain komodo, harimau sumatera, badak jawa, kakatua, orangutan, anoa, maleo, monyet hitam sulawesi, kangguru pohon, penyu, dan cenderawasih.

Rencana penambahan populasi 10 persen lebih tinggi dari target pemerintah sebelumnya. Pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Kementerian Kehutanan menyasar 14 spesies dan target kenaikan populasi 3 persen. Hingga akhir tahun lalu, realisasi pertambahan 14 spesies bervariasi di angka 5-7 persen.

Bambang mengatakan, konservasi ex-situ digiatkan guna mendukung pengelolaan satwa dalam habitat alias in-situ. Untuk menjalankannya, pemerintah menggandeng lembaga-lembaga konservasi seperti taman safari dan kebun binatang.
KORAN TEMPO
Selasa, 10 Februari 2015

Kebun binatang dalam negeri, misalnya, digandeng untuk menjalankan program breeding loan, yang kemudian ditujukan kepada lembaga konservasi luar negeri. Dasar hukum program ini termaktub dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.83/Menhut-II/2014 tentang Peminjaman Jenis Satwa Liar Dilindungi ke Luar Negeri untuk Kepentingan Pengembangbiakan.

Breeding loan adalah peminjaman satwa liar dilindungi dari lembaga konservasi dalam negeri kepada lembaga konservasi luar negeri untuk mendukung upaya pelestarian dan pengembangbiakan nonkomersial serta perbaikan genetik atau penambahan darah baru (fresh blood) dengan kompensasi.

Melalui breeding loan, jenis satwa liar dilindungi beserta hasil keturunan (offspring) yang dipinjamkan ke lembaga konservasi luar negeri harus merupakan satwa koleksi asli Indonesia dan atau termasuk dalam daftar Apendiks I Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Langka Satwa dan Tumbuhan Liar (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora/CITES) yang berasal dari lembaga konservasi dalam negeri. Jenis satwa liar dilindungi yang jadi koleksi di lembaga konservasi dalam negeri harus merupakan keturunan pertama (F1) atau keturunan berikutnya.

Lembaga konservasi luar negeri boleh memiliki satwa Indonesia dengan sejumlah ketentuan. Di antaranya, jenis satwa yang kedua induknya berasal dari Indonesia dari hasil kelahiran kedua serta jenis satwa yang salah satu induknya berasal dari Indonesia dari kelahiran pertama.


Banteng jawa (Bos javanicus) di TSI Prigen, Sabtu, 26 Mei 2011.
Peminjaman satwa liar dilindungi ke luar negeri diberikan melalui izin Menteri Kehutanan (sekarang Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan) berdasarkan pertimbangan teknis dari direktur jenderal.

Namun ada pengecualian bagi komodo. Sebagai satwa nasional, peminjaman komodo diberikan melalui izin Menteri Kehutanan setelah mendapat persetujuan Presiden Republik Indonesia. Komodo dikecualikan dengan pertimbangan bersifat khas, keberadaannya hanya terdapat di Indonesia, kelangkaannya, dan latar belakang budaya yang melingkupinya sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 1993 tentang Satwa dan Bunga Nasional.

"Masa peminjaman tiap satwa maksimal 5 tahun dan dapat diperpanjang satu kali setelah dilakukan evaluasi guna memastikan kondisi kesehatan satwa di tempat yang baru," kata Bambang.

Untuk saat ini, pemerintah memprioritaskan kerja sama program breeding loan dengan empat lembaga konservasi bersertifikat A, yakni Taman Safari Indonesia 1 Cisarua, Taman Safari Indonesia 2 Prigen, Taman Safari Indonesia 3 Gianyar, dan Gelandang Samudera Ancol. “Selain melalui penangkaran dan pelepasliaran satwa, empat lembaga konservasi itu wajib membangun breeding,” ujar Bambang.

Kebun binatang juga akan mendapat kesempatan serupa. Masalahnya, dari sekitar 58 kebun binatang di Indonesia, baru 29 kebun binatang yang bersertifikat. Selebihnya harus menjalani penilaian oleh tim independen bentukan pemerintah yang berunsurkan, antara lain, dokter hewan, akademisi, dan aktivis lingkungan.


Bekantan (Nasalis larvatus) di TSI Prigen, Minggu, 27 Mei 2012

Bambang memastikan banyak negara yang berminat meminjam satwa liar dilindungi asli Indonesia. Ia mencontohkan Vietnam dan Arab Saudi.

Pemerintah yakin program breeding loan dapat membantu mendongkrak populasi satwa langka. Apalagi beberapa negara, seperti Vietnam dan Arab Saudi, berminat dan tertarik meminjam satwa liar dilindungi asli Indonesia.

Diharapkan dari breeding loan dihasilkan penambahan satwa liar dilindungi di luar habitat asal. Satwa hasil pengembangbiakan lewat breeding loan akan dilepasliarkan setelah melewati proses adaptasi dan asimilasi.

Berikut 25 spesies satwa liar dilindungi dan terancam punah yang populasinya ditargetkan bertambah 10 persen hingga tahun 2019:

1
Komodo (Varanus komodoensis)
2
Harimau sumatera (Phantera tigris sumatrae)
3
Gajah sumatera (Elephas maximus)
4
Badak jawa (Rhinoceros sondaicus sondaicus)
5
Owa jawa (Hylobates moloch)
6
Elang jawa (Nisaetus bartelsi) dan elang flores (Spizaetus floris)
7
Jalak bali (Leucopsar rotschildi)
8
Kakatua jambul-kuning (Cacatua sulphurea), kakatua jambul-jingga atau kakatua sumba (Cacatua sulphurea citrinocristata), dan kakatua putih (Cacatua alba)
9
Orangtuan sumatera (Pongo abelii) dan orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus)
10
Bekantan (Nasalis larvatus)
11
Anoa pegunungan (Bubalus quarlesi) dan anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis)
12
Babirusa (Babyrousa babyrussa)
13
Maleo (Macrocephalon maleo)
14
Macan tutul jawa (Panthera pardus melas)
15
Banteng jawa (Bos javanicus)
16
Rusa bawean (Axis kuhlii)
17
Tarsius hantu (tarsius tarsier) dan tarsius kerdil (Tarsius pumilus)
18
Surili jawa (Presbytis comata)
19
Monyet hitam sulawesi (Macaca maura)
20
Julang sumba (Aceros everetti 
21
Nuri kepala hitam (Lorius lory)
22
Kangguru pohon wondiwoi (Dendrolagus mayri)
23
Penyu sisik (Eretmochelys imbricata) dan penyu belimbing (Dermochely coriacea)
24
Celepuk rinjani (Otus jolandae)

25

Cenderawasih (anggota famili Paradisaeidae)


Sumber: IUCN Red List

Share this :

Previous
Next Post »