Melawat Candi Jago yang Kurang Terawat

Rabu, April 11, 2012
TEMPO, Rabu, 11 April 2012

Candi Jago, 31 Desember 2011.
Foto: ABDI PURMONO

TEMPO.COMalang - Candi Jago dan Candi Kidal adalah duet candi bertetangga yang bertengger di Desa Rejokidal, Kecamatan Tumpang, Malang. Tak jauh dari duo candi tersebut, hadir pula Candi Badut di Kelurahan Karangbesuki, Kecamatan Sukun, Kota Malang. 

Melihat tiga potensi yang kurang tergarap, Pemerintah Kabupaten Malang tahun ini menetapkan Program Tahun Kunjungan Candi Jago 2012 sebagai bagian dari program Tahun Kunjungan Wisata Kabupaten Malang 2013.

Dengan menggelar kegiatan kesenian yang disertai kegiatan wisata kuliner dan pameran kerajinan seni—terutama topeng malangan—tiap Sabtu, diharapkan jumlah kunjungan wisatawan ke Candi Jago dan candi-candi lainnya (Candi Singosari dan Candi Sumberawan di Kecamatan Singosari, serta Candi Kidal di Desa Rejokidal, Kecamatan Tumpang—semuanya di Kabupaten Malang, serta Candi Badut di Kelurahan Karangbesuki, Kecamatan Sukun, Kota Malang) meningkat.


Candi Jago dulu bernama Candi Jajaghu. Diperkirakan berdiri pada sekitar Abad XII, masa Kerajaan Majapahit. Jaraknya sekitar 22 kilometer dari tengah Kota Malang ke arah timur, atau arah menuju kawasan Gunung Bromo-Semeru. (baca: Mengulik Lima Kisah Klasik di Relief Candi Jago)

Candi Jago, 1 Januari 2002.

Kendati bentuknya sudah tidak lagi utuh, candi itu masih tetap megah dan kokoh serta menarik dikunjungi. Biasanya, habis mengunjungi Candi Jago, turis pun mengunjungi Candi Kidal karena jarak kedua candi masih berdekatan di kecamatan yang sama.

Namun, dalam pengamatan Tempo, jumlah kunjungan wisatawan ke Candi Jago relatif lebih banyak dibanding ke Candi Kidal. Perbedaan ini mungkin dikarenakan lokasi Candi Jago lebih luas dan bersih serta untuk parkir kendaraan lebih mudah.

“Jumlah pengunjung tidak menentu,” kata Siti Romlah, juru kunci Candi Kidal, yang ditemui Senin, 9 April 2012. Rata-rata per hari 25-30 orang biasa. Di hari-hari tertentu biasa dapat kunjungan pelajar sebanyak 100-an orang per hari.

Lingkungan Candi Kidal sebenarnya juga bersih dan asri dengan “dipagari” pohon duku dan durian, tapi tidak seluas lokasi Candi Jago. Candi Kidal sangat berdekatan dengan rumah-rumah penduduk. Selain itu, aroma ayam ternak biasa mengusik hidung pengunjung karena jalan masuk candi memang “dikawal” kandang ayam di sisi kiri dan kanan.

Menurut juru kunci Candi Jago merangkap Koordinator Wilayah Malang Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Timur Suryadi, rata-rata per bulan turis asing yang mengunjungi Candi Jago berjumlah 350 orang. Sedangkan turis domestik berkisar 700-an orang per bulan. Kurun Juli-Agustus merupakan puncak kunjungan dengan jumlah turis melebihi jumlah rata-rata.

Namun, bagi Junichi dan Mari, kunjungan ke Candi Jago dan Candi Kidal sama-sama mengesankan karena menjadi pengalaman pertama bagi mereka. Mereka sengaja datang dari Jepang ke Indonesia untuk berlibur menjelang pernikahan mereka di Tokyo pada Mei mendatang.        
                                     
Candi Kidal, 31 Desember 2011.

Setelah puas berfoto-foto di puncak Candi Jago, pasangan calon pengantin itu berkomentar bahwa kebersihan dan keasrian di lokasi-lokasi candi harus lebih ditingkatkan. Pengelola obyek wisata candi pun harus aktif dan komunikatif memberikan informasi kepada tiap wisatawan. Informasi tertulis atau tercetak penting tersedia di kantor pengelola.

Junichi menyarankan agar pengelola candi juga menetapkan tiket masuk yang pasti, bukan berdasarkan “rasa kasihan” dan kerelaan pengunjung. Intinya, kata Junichi, candi-candi harus dikelola dengan lebih profesional. ABDI PURMONO

http://www.tempo.co/read/news/2012/04/11/203396235/Melawat-Candi-Jago-yang-Kurang-Terawat

Share this :

Previous
Next Post »