Populasi Elang Jawa di Lereng Semeru Bertambah

Selasa, Agustus 13, 2013


MALANG — Populasi elang jawa di dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru bertambah dari kisaran 5-6 ekor pada 2012 menjadi sekitar 9 ekor. Elang yang terpantau terdiri dari tiga pasang elang jawa dewasa ditambah dua ekor elang jawa anakan dan seekor elang jawa remaja.   

Pertambahan populasi burung pemangsa (raptor) bernama ilmiah Nisaetus bartelsi—dulu bernama ilmiah Spizaetus bartelsi—itu diketahui dari hasil pengamatan kedua pada 31 Juli sampai 4 Agustus 2013.

Pemantauan ditujukan untuk mengetahui bertambah-tidaknya populasi elang jawa di dalam kawasan setelah dipantau pertama kali pada 25-29 September 2012. Saya dan Heru Cahyono, Ketua Raptor Indonesia Malang, terlibat dalam pengamatan yang dilakukan oleh dua tim TNBTS.

“Populasi yang terpantau kali ini lebih banyak dari hasil pengamatan pertama tahun lalu dan bahkan jumlahnya melebihi target prioritas penambahan populasi elang jawa sebanyak 3 persen yang ditetapkan Ditjen PHKA (Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam) pada 2011,” kata Elham Purnomo, Koordinator Tim Pemantau Elang Jawa Balai Besar TNBTS, kepada saya di kantornya pada Selasa, 13 Agustus 2013.

Elham menjelaskan, pengamatan dilakukan di dua Wilayah Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II, yakni Wilayah Resor Pengelolaan Taman Nasional (RPTN) Coban Trisula dan RPTN Jabung. Pengamatan di RPTN Jabung dipusatkan di Blok Bendolawang, Desa Ngadirejo, serta Blok Cincing, Desa Sukopuro. Kedua desa berada di Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang. Tim beranggotakan Elham, Toni Artaka, dan Mahmuddin Rahmadana.

Sedangkan pengamatan di RPTN Coban Trisula dipusatkan di pos pantau obyek wisata air terjun itu, persisnya di sepanjang jalan beraspal yang merupakan akses ke Gunung Semeru dan Gunung Bromo. Tim beranggotakan Yohanes Cahyo Dwi Hartono, Nursidiq, dan Gatot Kuncoro Edi.

Di Blok Bendolawang tim TNBTS dan saya menyaksikan kemunculan banyak burung dibanding dua lokasi pantau lainnya. Sedikitnya terpantau 25 jenis burung, tujuh jenis di antaranya merupakan burung predator. Burung-burung nonpredator antara lain julang emas (Rhyticeros undulatus), kangkok ranting (Cuculus saturatus), puyuh-gonggong jawa (Arborophila javanica), dan bondol jawa (Haliastur indus).

Sedangkan elang yang terpantau, selain elang jawa, ada elang hitam (Ictinaetus malayensis), elang-ular bido (Spilornis cheela), perut-karat (Hieraaetus kienerii), sikep madu asia (Pernis ptilorhynchus), alap-alap sapi (Falco moluccensis), dan elang brontok (Spizaetus cirrhatus).

“Kemunculan banyak burung di Bendolawang mengindikasikan hutan TNBTS masih berkondisi bagus sebagai habitat burung, terutama bagi burung pemangsa dan khususnya bagi elang jawa,” ujar Toni Artaka, menimpali.

Toni menyebutkan, aktivitas utama elang jawa yang teramati adalah bersuara, terbang berputar-putar (soaring), dan terbang mendatar (gliding). Kali ini tim pemantau tidak menjumpai elang jawa bertengger (perching) seperti yang mereka temukan pada masa pemantauan pertama tahun lalu.

Momentum terbaik didapat tim TNBTS dan saya saat menyaksikan kemunculan mendadak sepasang elang jawa, induk dan anak, di Blok Bendolawang pada Kamis (31/7). Sang induk sedang mengajari anaknya terbang.

Di hari terakhir pemantauan di Blok Cincing tim pun menyaksikan elang jawa dewasa yang terbang rendah dan berputar-putar sekitar dua menit di wilayah terbuka perbatasan hutan TNBTS dan Perhutani, berjarak antara 30-40 meter di atas posisi saya berdiri. Lalu sang elang terbang meninggi dan terus menjauh. Toni memastikan elang jawa ini berasal dari individu yang sama yang terpantau di Blok Bendolawang pada Jumat (1/8) dan ternyata benar setelah ia memperbesar hasil pemotretan sang elang.  

Menurut Toni, dari panduan alat GPS (Global Positioning System) diketahui Bendolawang dan Cincing terpaut jarak sekitar 500 meter. Cincing menjadi daerah jelajah dan diduga menjadi tempat elang jawa bersarang dengan merujuk pada kemunculan elang jawa dari arah Cincing selama empat hari pemantauan di Bendolawang. Total, di Bendolawang terpantau empat ekor elang jawa yang terdiri dari dua ekor elang dewasa dan seekor elang anakan.

Sepasang elang jawa terlihat di Coban Trisula.
Foto: ABDI PURMONO
Pada Kamis (1/8) di Coban Trisula, saya dan tim pemantau yang dikoordinir Cahyo Dwi Hartono menyaksikan kemunculan dua pasang elang jawa dewasa dan dua elang jawa anakan. Satu pasang terbang mendatar, sepasang lagi terbang berputar-putar nun di kejauhan. Sayangnya, lokasi pemantauan terhalang pepohonan dan belukar sehingga menyulitkan pendokumentasian gambar.

Pada pengamatan pertama tahun lalu tim TNBTS mencatat kemunculan elang jawa rata-rata seekor di RPTN Jabung dan RPTN Coban Trisula. Hanya di RPTN Patok Picis nihil terpantau elang jawa, kecuali elang hitam dan elang lainnya, sehingga resor ini ditiadakan sebagai lokasi pemantauan kedua.

Saat itu tim TNBTS menduga populasi elang jawa terpantau sebanyak enam ekor. Namun tim tak berani memastikan data jumlah individu dan pasangan elang terpantau karena peralatan pemantauan yang digunakan tim tidak komplet dan berkualitas rendah.

“Baru sekarang kami berani memastikan jumlahnya bertambah banyak hanya dari dua resor saja. TNBTS masih punya sepuluh resor lagi dan sangat memungkinkan populasi elang jawa bisa melebihi ekspektasi kami selama ini bila potensi elang jawa di seluruh resor dieksplorasi,” kata Cahyo.

Kendati jumlah yang terpantau pada 2012 sangat sedikit, itu sudah cukup bagi Balai Besar TNBTS untuk memastikan elang jawa resmi menjadi salah satu satwa penghuni kawasan TNBTS. Sebelum September 2012 tak pernah ada catatan dan data resmi keberadaan elang jawa di sana. Selama ini catatan potensi fauna di TNBTS terdiri dari 137 jenis burung, 22 jenis mamalia, dan empat jenis reptil. Adapun potensi flora sekitar 600 jenis. 

Elang jawa berstatus genting karena terancam punah. Ia mendapat perlindungan hukum berskala internasional dan nasional. Di dalam negeri, misalnya, elang jawa bersama 13 spesies lain mendapat prioritas utama untuk dilindungi dan populasinya ditingkatkan sebanyak 3 persen sepanjang kurun 2010-2014, sebagaimana tertera dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor: SK.132/IV-KKH/2011 Tanggal 8 Juli 2011 tentang Penetapan Empat Belas Spesies Terancam Punah.

Selain elang jawa, ketiga belas spesies terancam punah lainnya adalah harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus), badak jawa (Rhinoceros sondaicus), banteng (Bos javanicus), orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus pygmaeus), komodo (Varanus komodoensis), owa jawa (Hylobates moloch), bekantan (Nasalis larvatus), anoa (Bubalus quarlesi dan Bubalus depressicornis), babirusa (Babyrousa babyrussa), jalak bali (Leucopsar rothschildi), serta maleo (Macrocephalon maleo).

Secara garis besar, ke-14 spesies dikelompokkan menjadi tiga familia, yaitu mamalia (6 spesies), aves (4 spesies), primata (3 spisies), dan reptil (1 spesies).

Menurut Heru Cahyono, kemunculan anakan dan remaja elang jawa selama masa pemantauan mengindikasikan bahwa reproduksi elang jawa relatif berhasil. Reproduksi elang jawa lambat. Dalam dua tahun elang jawa betina hanya bertelur satu butir dan itu pun dengan risiko gagal menetas akibat sarang rusak atau telur hilang.

Anak elang jawa pun menghadapi risiko tinggi berupa pencurian oleh pemburu karena sang anak suka bersuara sehingga keberadaan sarang jadi gampang diidentifikasi pemburu.

Sedangkan perjumpaan pasangan elang jawa menunjukkan bahwa hutan yang dekat lokasi pengamatan sangat penting bagi habitat sang elang untuk berbiak. “Secara umum, kemunculan elang jawa dewasa, remaja, dan anakan menjadi indikasi positif bahwa kondisi hutan TNBTS masih bagus,” kata Heru. ABDI PURMONO 





Artikel terkait:

Share this :

Previous
Next Post »